Laporan
Baca I SEMIOTIK
Judul
Buku : Prosa Fiksi Dalam Kajian Semiotik
Pengarang : Aart van Zoest
BAB I
Ketika ingin menceritakan hal-hal
yang terjadi dalam hidup kita hendaknya memilah-milah terlebih dahulu.
Maksudnya ketika memilih sesuatu yang kita kehendaki pastinya ada hal-hal yang
terbuang. Dan juga ketika kita bercerita pasti ada unsur-unsur kebohongan. Dan
secara tidak langsung pembaca itu dimanipulasi.
Fiksi dan nonfiksi memang berbeda
dari segi nilai kebenarannya setiap pernyataan. Ketika melakukan pendekatan
yang sistematis pendekatan semiotislah yang paling sesuai. Ini berarti teks
dianggap sebagai sebuah tanda yang merupakan ssebuah sebuah proses
berkomunikasi jika proses ini dapat berlanjut maka proses penafsiran dan proses
interpretasi akan tercapai.
Fiksi adalah cerita rekaan,
sedangkan fiksional berhubungan erat dengan teks, seperti : surat wasiat, buku harian, catatan belanja.
Ketika berada di dalam teks fiksi antara fiksi dan fiksional bisa muncul secara
bergantian. Kemiripan, konvensi, sistim konvensi adalah cara bagaimana tanda
digambarkan. Ikonisitas, indeksikalitas dan simbolitasmemainkan perannya dalam
komunikasi yang digunkan oleh teks.
BAB II
Tanda-tanda memberi petunjuk
mengenai status mereka yang khas. Pengirim tanda sastra berniat menggelitik
penerima tanda, lalu membuat tanda yang samara-samar dan meledakkan simbolitas
kemudian beranjak ke tahap redudansi. Indikasi fiksional : a) menggiring teks
b) yang situasional. Motif pembaca yang satu dengan yang lain berbeda berdasar
perbedaan social-kultural. Cara indikasi bahasa secara semiotic bisa berdasar
pada nama pengarang, judul buku dan cover buku. Indikasi fiksional ada 2 : a)
yang formal b) yang referensial. Pada puisi nonbahasa terdapat tanda-tanda yang
dapat dibaca dengan menggunakan kode yang merupakan indikasi fiksionalnya.
Indikasi fiksionalnya juga terdapat pada teks. Ada juga indikasi fiksionalnya yang terdapat
di luar teks yang dalam hubungannya kontras dengan indikasi fiksionalnya.
BAB III
Kebenaran fiksi itu sendiri sebenarnya
berkaitan dengan sifat kenyataan yang dipertontonkan. Dan setiap teks memiliki
penafsiran yang berbeda dari yan lain
karena setiap orang memiliki gaya
“chic” yang berbeda. Dalam sebuah kenyataan tentunya ada bagian yang
remang-remang atau bahkan kosong. Dunia tempat kita berada adalah Dunia kita
sedangkan dunia tempat angan-angan kita berada atau imaji-imaji kita adalah
“dunia mungkin”. Misalkan saja : khayalan dan mimpi. Denotatum sebuah teks
fiksional termasuk dalam kenyataan. Factual atau kenyataan dan
interpretentadalah dunia mungkin, yang berbeda dengan dunia kita. Bagaimanapun
juga, kenyataan yang dibayangkan besifat nonfiksional dan tal bisa lepas dari
masalah kebenaran yang terkadang dipertentangkan.
BAB IV
Dalam teks dibicarakan “ilokusioner” (ungkapan yang menyatakan
suatu perbuatan) dan daya “Perlokusioner”(melakukan
terjadinya sesuatu). Komunikasi yang sesungguhnya dan legkap terjadi jika kedua
pemakai tanda dapat saling bertukar peran. Dengan begitu kedua pemakai tanda
dapat saling merasakan apa yang pernah dirasakan oleh masing-masing orang.
Komunikasi lewat nonfiksi, biasanya menggunakan komunikasi secara impersonal.
Namun, dalam karya pop tidak ada komunikasi didalamnya. Terjadilah identifikasi
ketika pembaca telah berhasil menyatukan diri dengan tokoh yang didenotasikan
oleh teks. Identifikasi itu sendiri merupakan gejala psikologi bila pembaca mengatakan bahwa sebuah teks
telah menyentuhnya. Jadi identifikaasi adalah hal yang istimewa. Ketika
pengarang membuat sebuah karya sastra pasti ia membawa si pembaca ke dalam
dunianya yang mana di dalamnya terdapat unsur manipulasi. Jika sebuah karya
nonfiksi tidak memiliki unsur manipulasi ia tidak dapat digolongkan kedalam
karya fiksi. Pembauran antara karya fiksi dan
nonfiksi telah sampai pada unsure ideology, tiap teks dan tiap
penggunaan bahasa timbul karena adanya sebuah ideologi baik secara sadar atau
tidak sadar dikenal oleh pemakai tanda. Dan itu tidak pernah lepas dari sebuah
eks, yang menimbulkan manipulasi kepada para pembaca. Demikian juga halnya
dengan mitos, mempengaruki sebuah karya fiksi. Seperti “dongeng”. Dan jenis
mitos itu sendiri banyak macamnyaada mitos nasional, mitos murni, mitos
individual dan lain-lain.
BAB V
Mitos dan kesusastraan berhubungan
erat dengan fiksi dan nonfiksi. Dan mitos itu sendiri tidak data terpisahkan
seperti kacang dengan kulitnya. Dan selama perkembangan zaman mitos itu
mengalami perkembangan. Seandainya mitos nantinya sudah tidak ada lagi,. Namun,
kita harus berusaha supaya mitos terbentuk dan mengetahui baaimana mitos
tersebut terbentuk. Karena itu adalah hal yang terpenting dalam pelajaran fiksi
dan nonfiksi.
Nama : Delly Novianti
NIM : 072144027
Jurusan : Sastra Indonesia ‘07
Tidak ada komentar:
Posting Komentar