Kamis, 17 November 2011

semiotik

Laporan Baca I SEMIOTIK

Judul Buku   : Prosa Fiksi Dalam Kajian Semiotik
Pengarang    : Aart van Zoest



BAB I
            Ketika ingin menceritakan hal-hal yang terjadi dalam hidup kita hendaknya memilah-milah terlebih dahulu. Maksudnya ketika memilih sesuatu yang kita kehendaki pastinya ada hal-hal yang terbuang. Dan juga ketika kita bercerita pasti ada unsur-unsur kebohongan. Dan secara tidak langsung pembaca itu dimanipulasi.
            Fiksi dan nonfiksi memang berbeda dari segi nilai kebenarannya setiap pernyataan. Ketika melakukan pendekatan yang sistematis pendekatan semiotislah yang paling sesuai. Ini berarti teks dianggap sebagai sebuah tanda yang merupakan ssebuah sebuah proses berkomunikasi jika proses ini dapat berlanjut maka proses penafsiran dan proses interpretasi akan tercapai.
            Fiksi adalah cerita rekaan, sedangkan fiksional berhubungan erat dengan teks, seperti : surat wasiat, buku harian, catatan belanja. Ketika berada di dalam teks fiksi antara fiksi dan fiksional bisa muncul secara bergantian. Kemiripan, konvensi, sistim konvensi adalah cara bagaimana tanda digambarkan. Ikonisitas, indeksikalitas dan simbolitasmemainkan perannya dalam komunikasi yang digunkan oleh teks.

BAB II
            Tanda-tanda memberi petunjuk mengenai status mereka yang khas. Pengirim tanda sastra berniat menggelitik penerima tanda, lalu membuat tanda yang samara-samar dan meledakkan simbolitas kemudian beranjak ke tahap redudansi. Indikasi fiksional : a) menggiring teks b) yang situasional. Motif pembaca yang satu dengan yang lain berbeda berdasar perbedaan social-kultural. Cara indikasi bahasa secara semiotic bisa berdasar pada nama pengarang, judul buku dan cover buku. Indikasi fiksional ada 2 : a) yang formal b) yang referensial. Pada puisi nonbahasa terdapat tanda-tanda yang dapat dibaca dengan menggunakan kode yang merupakan indikasi fiksionalnya. Indikasi fiksionalnya juga terdapat pada teks. Ada juga indikasi fiksionalnya yang terdapat di luar teks yang dalam hubungannya kontras dengan indikasi fiksionalnya.

BAB III
Kebenaran fiksi itu sendiri sebenarnya berkaitan dengan sifat kenyataan yang dipertontonkan. Dan setiap teks memiliki penafsiran yang berbeda dari yan lain  karena setiap orang memiliki gaya “chic” yang berbeda. Dalam sebuah kenyataan tentunya ada bagian yang remang-remang atau bahkan kosong. Dunia tempat kita berada adalah Dunia kita sedangkan dunia tempat angan-angan kita berada atau imaji-imaji kita adalah “dunia mungkin”. Misalkan saja : khayalan dan mimpi. Denotatum sebuah teks fiksional termasuk dalam kenyataan. Factual atau kenyataan dan interpretentadalah dunia mungkin, yang berbeda dengan dunia kita. Bagaimanapun juga, kenyataan yang dibayangkan besifat nonfiksional dan tal bisa lepas dari masalah kebenaran yang terkadang dipertentangkan.

BAB IV
Dalam teks dibicarakan “ilokusioner” (ungkapan yang menyatakan suatu perbuatan) dan daya “Perlokusioner”(melakukan terjadinya sesuatu). Komunikasi yang sesungguhnya dan legkap terjadi jika kedua pemakai tanda dapat saling bertukar peran. Dengan begitu kedua pemakai tanda dapat saling merasakan apa yang pernah dirasakan oleh masing-masing orang. Komunikasi lewat nonfiksi, biasanya menggunakan komunikasi secara impersonal. Namun, dalam karya pop tidak ada komunikasi didalamnya. Terjadilah identifikasi ketika pembaca telah berhasil menyatukan diri dengan tokoh yang didenotasikan oleh teks. Identifikasi itu sendiri merupakan gejala psikologi  bila pembaca mengatakan bahwa sebuah teks telah menyentuhnya. Jadi identifikaasi adalah hal yang istimewa. Ketika pengarang membuat sebuah karya sastra pasti ia membawa si pembaca ke dalam dunianya yang mana di dalamnya terdapat unsur manipulasi. Jika sebuah karya nonfiksi tidak memiliki unsur manipulasi ia tidak dapat digolongkan kedalam karya fiksi. Pembauran antara karya fiksi dan  nonfiksi telah sampai pada unsure ideology, tiap teks dan tiap penggunaan bahasa timbul karena adanya sebuah ideologi baik secara sadar atau tidak sadar dikenal oleh pemakai tanda. Dan itu tidak pernah lepas dari sebuah eks, yang menimbulkan manipulasi kepada para pembaca. Demikian juga halnya dengan mitos, mempengaruki sebuah karya fiksi. Seperti “dongeng”. Dan jenis mitos itu sendiri banyak macamnyaada mitos nasional, mitos murni, mitos individual dan lain-lain.

BAB V
Mitos dan kesusastraan berhubungan erat dengan fiksi dan nonfiksi. Dan mitos itu sendiri tidak data terpisahkan seperti kacang dengan kulitnya. Dan selama perkembangan zaman mitos itu mengalami perkembangan. Seandainya mitos nantinya sudah tidak ada lagi,. Namun, kita harus berusaha supaya mitos terbentuk dan mengetahui baaimana mitos tersebut terbentuk. Karena itu adalah hal yang terpenting dalam pelajaran fiksi dan nonfiksi.


Nama             : Delly Novianti
NIM                 : 072144027
Jurusan         : Sastra Indonesia ‘07

Tidak ada komentar:

Posting Komentar