Kamis, 24 November 2011

THE TWILIGHT SAGA: BREAKING DAWN (BREA) - Cinema 21

THE TWILIGHT SAGA: BREAKING DAWN (BREA) - Cinema 21

surat tuk' seorang pemuda...


Duhai kawanQ....
Ku mohon bacalah suratQ ini dengan jiwa yang tenang.
Sebelumnya aq tak mau menyakitimu, tak mau mengungkit masa lalu dan tak mau mengguruimu....
Aq juga minta maaf sebelumnya jika nanti ada kata-kata yang tak berkenan.
Aq ingin bercerita, beberapa waktu yang lalu ada seorang pemuda yang mengatakan tuk mencari pendamping hidup. Lalu beberapa lama kemudian ia berubah, aq mencari pacar.
Lalu sang gadis membaca banyak referensi yang berkaitan dengan “pacaran dalam Islam” dan sharing kepada temannya yg lain.

Terjadilah percakapan seperti ini:
Pemuda itu pbertanya, maukah kamu menjadi pacarku?
Gadis itu menjawab “adakah pacaran dalam Islam?”
Ia bilang tidak ada, tetapi dalam islam banyak ajaran yang mengajarkan tentang “cinta dan berkasih2an”. Gadis itu mrnjawab ia memang banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan hal itu. Lalu pemuda itu mengatakan berpacaran itu boleh asal ada batas-batasnya seperti tidak melakukan hubungan suami istri.

Jujur saat itu gadis itu kagum, tapi kekaguman itu tlah menjadi buih di lautan....
Beberapa waktu yang lalu pemuda itu mengatakan bahwa lambang kesetiaan itu adalah dengan “KISSING”. Arti setia yang suci, penuh pengertian kepada pasangan kenapa berubah menjadi cinta penuh nafsu??

Keesokan harinya ia bertanya tentang arti “kising yang menurut pemuda itu lambang kesetiaan” tentu saja gadis itu bercerita garis besarnya saja tanpa nama. Kawan yang diajak bertukar pendapat itu nota bene pemuda yang “nakal” jangankan ciuman, lebih dari itu ia pernah lakukan. Karena sang gadis pernah mendengar curhatan kawannya tersebut. Kata kawan gadis itu ia ga setuju dengan hal itu. Subhanallah, ia seorang pemuda seperti itu dan nasrani bisa mengatakan hal itu.

Hari ini tiba waktunya bagi sang gadis tuk menjawab, ia hanya ingin pemuda itu menunjukkan keseriusannya. Dengan datang langsung kehadapannya dan menyatakannya langsung. Pemuda tersebut tetap bersikeras ingin tau jawabannya. Akhirnya sang gadis mengajukan 3 syarat.
1.     Lebih pengertian diikiiit…
2.    Ketika ingin kluar tggu saat ia ada di rumah nenekny, untuk menjaga lidah orang agar tak salah paham.
3.    Tidak ada yang namanya kontak fisik seperti “kissing” dan “hug”. Apabila itu sampai terjadi, hubungan qt langsung PUTUS.

Namun sayang, pemudatersebut keberatan dengan syarat ketiga.
Apakah salah dengan syarat2Q Tuhan….?
Aq hanya ingin mendapatkan pemuda yang imannya baik, atau menjaga keteguhan imannya.
Aq memang bukanlah Fatimah dan Siti khodijah yang memiliki keteguhan iman. Aq hanya umat Islam yang tengah berada di zaman yang edan yang tengah mempraktekan ajaranmu…
Aq hanya ingin menjaga hawa hafsumu pemuda…..
Apakah salah yang aku lakukan….
Jika engkau menyetujui persyaratanku…. Hubungan yang engkau pinta bisa berlanjut.. tetapi jika engkau tak berkenan maafkanlah aku tak bisa meneruskannya.

Jika engkau masih ingin menjalin hubungan “pacar” yang bisa kau cumbu sesuka hati, maafkanlah aq pemuda. Karena aku tidak bisa melakukannya.

Aq ikhlaskan engkau untuk orang lain, semoga engkau mendapat gadis yang sesuai dengn impianmu. Aq bahagia ketika qm jg berbahagia…

25 Nov 2011-09.51 am


sepatah kata untuk sahabat

pelabuhan cintamu kini telah berlabuh kawanQ....
kini semua tlahmenjadi halal...
semoga ia adalah imam
sekaligus pemilik tulang rusukmu....
semoga menjadi pernikahan yang sakinah
dan segera diberi momongan...
aq senang melihatmu berbahagia kawanQ...
^___________________________^
D




Kamis, 17 November 2011

semiotik

Laporan Baca I SEMIOTIK

Judul Buku   : Prosa Fiksi Dalam Kajian Semiotik
Pengarang    : Aart van Zoest



BAB I
            Ketika ingin menceritakan hal-hal yang terjadi dalam hidup kita hendaknya memilah-milah terlebih dahulu. Maksudnya ketika memilih sesuatu yang kita kehendaki pastinya ada hal-hal yang terbuang. Dan juga ketika kita bercerita pasti ada unsur-unsur kebohongan. Dan secara tidak langsung pembaca itu dimanipulasi.
            Fiksi dan nonfiksi memang berbeda dari segi nilai kebenarannya setiap pernyataan. Ketika melakukan pendekatan yang sistematis pendekatan semiotislah yang paling sesuai. Ini berarti teks dianggap sebagai sebuah tanda yang merupakan ssebuah sebuah proses berkomunikasi jika proses ini dapat berlanjut maka proses penafsiran dan proses interpretasi akan tercapai.
            Fiksi adalah cerita rekaan, sedangkan fiksional berhubungan erat dengan teks, seperti : surat wasiat, buku harian, catatan belanja. Ketika berada di dalam teks fiksi antara fiksi dan fiksional bisa muncul secara bergantian. Kemiripan, konvensi, sistim konvensi adalah cara bagaimana tanda digambarkan. Ikonisitas, indeksikalitas dan simbolitasmemainkan perannya dalam komunikasi yang digunkan oleh teks.

BAB II
            Tanda-tanda memberi petunjuk mengenai status mereka yang khas. Pengirim tanda sastra berniat menggelitik penerima tanda, lalu membuat tanda yang samara-samar dan meledakkan simbolitas kemudian beranjak ke tahap redudansi. Indikasi fiksional : a) menggiring teks b) yang situasional. Motif pembaca yang satu dengan yang lain berbeda berdasar perbedaan social-kultural. Cara indikasi bahasa secara semiotic bisa berdasar pada nama pengarang, judul buku dan cover buku. Indikasi fiksional ada 2 : a) yang formal b) yang referensial. Pada puisi nonbahasa terdapat tanda-tanda yang dapat dibaca dengan menggunakan kode yang merupakan indikasi fiksionalnya. Indikasi fiksionalnya juga terdapat pada teks. Ada juga indikasi fiksionalnya yang terdapat di luar teks yang dalam hubungannya kontras dengan indikasi fiksionalnya.

BAB III
Kebenaran fiksi itu sendiri sebenarnya berkaitan dengan sifat kenyataan yang dipertontonkan. Dan setiap teks memiliki penafsiran yang berbeda dari yan lain  karena setiap orang memiliki gaya “chic” yang berbeda. Dalam sebuah kenyataan tentunya ada bagian yang remang-remang atau bahkan kosong. Dunia tempat kita berada adalah Dunia kita sedangkan dunia tempat angan-angan kita berada atau imaji-imaji kita adalah “dunia mungkin”. Misalkan saja : khayalan dan mimpi. Denotatum sebuah teks fiksional termasuk dalam kenyataan. Factual atau kenyataan dan interpretentadalah dunia mungkin, yang berbeda dengan dunia kita. Bagaimanapun juga, kenyataan yang dibayangkan besifat nonfiksional dan tal bisa lepas dari masalah kebenaran yang terkadang dipertentangkan.

BAB IV
Dalam teks dibicarakan “ilokusioner” (ungkapan yang menyatakan suatu perbuatan) dan daya “Perlokusioner”(melakukan terjadinya sesuatu). Komunikasi yang sesungguhnya dan legkap terjadi jika kedua pemakai tanda dapat saling bertukar peran. Dengan begitu kedua pemakai tanda dapat saling merasakan apa yang pernah dirasakan oleh masing-masing orang. Komunikasi lewat nonfiksi, biasanya menggunakan komunikasi secara impersonal. Namun, dalam karya pop tidak ada komunikasi didalamnya. Terjadilah identifikasi ketika pembaca telah berhasil menyatukan diri dengan tokoh yang didenotasikan oleh teks. Identifikasi itu sendiri merupakan gejala psikologi  bila pembaca mengatakan bahwa sebuah teks telah menyentuhnya. Jadi identifikaasi adalah hal yang istimewa. Ketika pengarang membuat sebuah karya sastra pasti ia membawa si pembaca ke dalam dunianya yang mana di dalamnya terdapat unsur manipulasi. Jika sebuah karya nonfiksi tidak memiliki unsur manipulasi ia tidak dapat digolongkan kedalam karya fiksi. Pembauran antara karya fiksi dan  nonfiksi telah sampai pada unsure ideology, tiap teks dan tiap penggunaan bahasa timbul karena adanya sebuah ideologi baik secara sadar atau tidak sadar dikenal oleh pemakai tanda. Dan itu tidak pernah lepas dari sebuah eks, yang menimbulkan manipulasi kepada para pembaca. Demikian juga halnya dengan mitos, mempengaruki sebuah karya fiksi. Seperti “dongeng”. Dan jenis mitos itu sendiri banyak macamnyaada mitos nasional, mitos murni, mitos individual dan lain-lain.

BAB V
Mitos dan kesusastraan berhubungan erat dengan fiksi dan nonfiksi. Dan mitos itu sendiri tidak data terpisahkan seperti kacang dengan kulitnya. Dan selama perkembangan zaman mitos itu mengalami perkembangan. Seandainya mitos nantinya sudah tidak ada lagi,. Namun, kita harus berusaha supaya mitos terbentuk dan mengetahui baaimana mitos tersebut terbentuk. Karena itu adalah hal yang terpenting dalam pelajaran fiksi dan nonfiksi.


Nama             : Delly Novianti
NIM                 : 072144027
Jurusan         : Sastra Indonesia ‘07

analisis legenda makam sunan malik ibrahim (kajian fungsi dan nilai budaya)


LEGENDA SUNAN MALIK IBRAHIM DI KECAMATAN GRESIK KABUPATEN GRESIK
(KAJIAN FUNGSI  DAN NILAI BUDAYA)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Danandjaja (1984) mengemukakan bahwa folklor merupakan cara untuk mengabadikan apa yang dirasakan penting oleh sebuah masyarakat pada sesuatu masa yang tertentu, dan lore mencerminkan fikiran folk itu. Dalam konteks ini, folk akan berterusan menguji dan mempersoalkan lore yang ditatanya untuk memastikan keserasian dan kesesuaian tradisi itu.
            Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Sastra lisan memang sebuah cerita yang dicerikatan secara turun temurun dan biasanya tidak diketahui penciptanya. Dalam kajian sastra lisan dikenal 3 jenis: sastra lisan, sastra setengah lisan, dan sastra bukan lisan. Dalam kajian folklore lebih diutamakan adalah sastra lisan seperti cerita rakyat, legenda, dan mite. Sastra lisan ada jenisnya, seperti piusi yang terdiri dari tembang dolanan, parikan, ungkapan tradisional, dan teka-teki dan jenis yang kedua  adalah puisi. Ciri-ciri pengenal utama sastra lisan primer, sebagai berikut: (1) penyebaranya melalui mulut ke mulut, maksudnya ekspresi budaya yang disebarkan baik dari segi waktu maupun ruang melalui mulut, (2) lahir dari dalam masyarakat yang masih bercorak desa, masyarakat kota, atau masyarakat yang belum mengenal huruf,  (3) menggambarka ciri-ciri budaya suatu masyarakat, (4) tidak diketahui siapa pengarangnya karena itu menjadi milik masyarakat, (5) bercorak puitis, teratur berulang-ulang, (6) tidak mementingkan fakta dan kebenaran, lebih menekankan pada masyarakat modern, tetapi sastra lisan memiliki fungsi penting dalam masyarakat, (7) terdiri atas berbagai versi, dan (8) bahasa menggunakan gaya bahasa lisan (sehari-hari) mengandung dialek, kadang-kadang diucapkan tidak lengkap. Memang dari ciri yang disebutkan sebuah cerita rakyat memanglah penyebaranya dari mulut ke mulut, lahir dari masyarakat yang bercorak pedesaan yang umumnya mereka masihmemiliki dan mengenal lebih erat budaya yang dimilikinya dan tentunya menggambarkan budaya masyarakat setempat, sebuah cerita rakyat biasanya tidak diketahui penciptanya, puitis, bersifat fakta, dan bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan.
            Alasan topik mengenai legenda ini dipilih karena budaya setempat memiliki legenda yang menarik untuk dijadikan objek penelitian. Bnyak macam dari legenda yang ada dan legenda perseorangan lebih diminati. Seorang tokoh yang memiliki peran dalam sebuah masyarakat atau sebagian masyarakat tentunya akan menarik untuk diketahui sejarahnya. Dibandingkan dengan jenis yang lain legenda memilki nilai tersendiri. Sunan Maulana Malik Ibrahim ialah seorang tokoh yang dijunjung oleh masyarakat, seperti diketahui bahwa tokoh tersebut adalah seorang yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam dan memiliki peran yang lain dalam masyarakat. Legenda yang diambil hanya satu tetapi cerita tang dituturksn memiliki kisah yang panjang dan akan dikaji dengan teori funbgsi dan nilai budaya.
            Daerah kebudayaan Jawa itu luas, yaitu meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari pulau Jawa. Sungguhpun demikian ada daerah-daerah yang secara kolektip sering disebut daerah Kejawen. Sebelum terjadi perobahan-perobahan status wilayah seperti sekarang ini, daerah itu adalah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri. Daerah di luar itu dinamakan Pesisir dan Ujung Timur (Koentjaraningrat, 2002:329).
            Legenda Sunan Malik Ibrahim ini dikaji dengan menggunakan struktur cerita, fungsi, dan nilai budaya. Struktur cerita akan dikaji dengan teori pada prosa fiksi yang membahasa mengenai unsur intrinsik, sedangkan fungsi cerita akan dikaji dengan menggunakan teori fungsi William R. Bascom, dan yang terakhir adalah kajian mengenai nilai budaya yang akan dikaji dengan teori nilai budaya Koentjoriningrat. Penelitian kali ini merupakan sebuah penelitian yang berbeda dan baru di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia karena kajian Struktur untuk mengaji sebuah cerita biasanya menggunakan teori maranda, prop, levi-strauss, dan lain-lain. Tetapi di Jurusan Pendidikan Daerah terdapat satu skripsi yang mengupas aslur, tokoh, plot, dan lain-lain menggunakan teoro prosa fiksi. 
B.  Rumusan Masalah
a)      Bagaimana fungsi cerita dalam Legenda Sunan Maulana Malik Ibrahim di Gresik Keecamatan Gresik Kabupaten Gresik?
b)      Bagaimana nilai budaya dalam Legenda Sunan Maulana Malik Ibrahim di Gresik Keecamatan Gresik Kabupaten Gresik?
C. Tujuan Penelitian
a)      Mendeskripsikan Struktur cerita dalam Legenda Sunan Maulana Malik Ibrahim di Gresik Keecamatan Gresik Kabupaten Gresik.
b)      Mendeskripsikan fungsi cerita dalam Legenda Sunan Maulana Malik Ibrahim di Gresik Keecamatan Gresik Kabupaten Gresik.
c)      Mendeskripsikan nilai budaya dalam Legenda Sunan Maulana Malik Ibrahim di Gresik Keecamatan Gresik Kabupaten Gresik.
D. Manfaat Penelitian
a)      Manfaat teoretis
Secara teoretis, penelitian ini menghasilkan dekripsi mengenai struktur, fungsi, dan nilai budaya dari Legenda Sunan Maulana Malik Ibrahim di Kecamatan Gresik Kabupaten Gresik.
b)     Manfaat Praktis
Secara praktis Memberi pengetahuan kepada masyarakat sekitar mengenai sisi lain Legenda masyarakat sekitar, memberi manfaat untuk peneliti selanjutnya sebagai referensi.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.  Penelitian sebelumnya yang  relevan
            Legenda di Desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik oleh Dyah Milasari NRM 00216005 dengan rumusan masalah (1) bagaimana struktur legenda di desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik, (2) bagaimana fungsi legenda di desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik, (3) bagaimana nilai budaya legenda di desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan struktur legenda di desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik, (2) mendeskripsikan fungsi legenda di desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik, dan (3) mendeskripsikan nilai budaya legenda di desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik. Penelitian yang dilakukan oleh saudara Dyah ini menghasilkan struktur legenda, fungsi dari legenda, dan nilai budaya yang terkandung didalamnya. Ada 5 golongan legenda yang dihasilkan:
·         Legenda asal mula nama desa Giri adalah Legenda orang-orang Hindu, kisah kehidupan orang-orang saleh yaitu para nabi.
·         Legenda keris munyeg, adalah legenda yang menceritakan tentang seseorang wali yang mempunyai kesaktian.
·         Legenda batu gajah, adalah cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap yang empunya cerita benar-benar pernah terjadi.
·         Legenda Tiang Naga adalah cerita tentang orang-orang muslim dengan seorang wali untuk adu kesaktian,
·         legenda telaga pegat adalah cerita yang berhubungan dengan nama tempat.
            Data primer dan data sekunder digunakan dalam penelitian ini, data primernya adalah narasumber, dan data sekundernya adalah informan tambahan (warga setempat yang lama berdiam). 
            Skripsi yang kedua juga masih menggunakan legenda sebagai objek penelitiannya. Legenda-legenda disekitar Telaga Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan. (kajian struktur, fungsi, dan nilai budaya) oleh Ridzky Karini Wulandari (052144025). Dengan rumusan masalah: bagaimana struktur legenda-legenda di sekitar telaga Sarangan, Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan (2) bagaimana fungsi struktur legenda-legenda di sekitar telaga Sarangan, Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan dan (3) bagaimana nilai budaya struktur legenda-legenda di sekitar telaga Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan. Tujuan penelitian yang dihasilkan adalah mendeskripsikan struktur, fungsi, dan nilai budaya legenda-legenda di sekitar telaga Sarangan Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh saudara Ridzky adalah ditemukannya struktur, fungsi cerita, dan nilai budaya.
            Dari kedua skripsi tersebut keduanya menggunakan kajian struktur cerita yang memang sering digunakan, ada perbedaan struktur cerita yang dipakai biasanya menggunakan teori naratif Maranda, C. Levis Strauss, Vladimir Proop, dan yang lain. Tetapi penelitian ini menggunakan teori untuk prosa fiksi dan memang sudah pernah ada yang melakukan tetapi tidak pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.

B. Teori yang digunakan
·                Konsep Legenda.
            Legenda adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi (Danandjaja, 1986:66). Jadi yang dimaksud dengan legenda adalah sebuah cerita yang memang benar-benar terjadi dan ada karena diceritakan secara turun temurun. Jenis-jenis legenda ada 4 : legenda keagamaan (religious legends), (2) legenda alam gaib (supernatural legends), (3) legenda perseorangan (personal legends), dan (4) legenda setempat (local legends) (Brunvand dalam Danandjaja, 1986: 67). Dari keempat jenis legenda, legenda perseoranganlah yang lebih diminati karena ceritanya yang menarik dan memiliki banyak manfaat misalnya cerita para wali.


·                Konsep Fungsi
            Teori yang digunakan untuk mengaji struktur cerita menggunakan teori fungsi William R. Bascom. Sastra lisan (baca folklore lisan dan sebagiab lisan) mempunyai empat fungsi, yaitu: (a) sebagai sebuah bentuk hiburan (as a from amusement), (b) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan (it plays in validating culture, in justifiying its rituals and institutions to those who perform and observe them), (c) sebagai alat pendidikan anak-anak (it plays in educations, as pedagogical device), dan (d) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan dipatuhi anggota kolektifnya (maintaining comformity to the accepted patterns of behavior, as means of applying social pressure and excercising social control) (Bascom dalam Sudikan, 1993:109)
·                Konsep nilai budaya
            Sistem nilai budaya yang merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat – istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi (Koentjaraningrat, 1990:190). Sebuah nilai budaya menanglah bukan sesuatu yang konkret. Jadi konsep mengenai nilai budaya itu berada dalam  benak manusia itu sendiri dan diharap member arahan dalam hidup.          
            Dalam masyarakat  terdapat nilai budaya tertentu, bimana antara nilai budaya yang satu dengan yang lainberkaitan membentuk suatu system. Kumpulan mengenai suatu budaya yang hidup dalam masyarakat merupakan pedoman dari konsep ideal dalam kebudayaan sehingga pendorong terhadap arah kehidupan warga masyarakat terhadap objek tertentu dalam hal ini lingkungan hidup. Menurut Notonegoro (dalam Feni,2009) membagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1.      Nilai material, yaitu segala sesuatu berguna bagi unsur jasmani manusia.
2.      Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi masyarakat untuk dapat mengadakan kegiaatan aktivitas.
3.      Nilai kerohanian yaitu, segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dibedakan menjadi 4 yaitu:
1)      Nilai kebenaran atau kesatuan yang bersumber pada unsur-unsur akal manusia.
2)      Nilai keindahan yang bersumber pada masa manusia 
3)      Nilai kebaikan atau nilai normal yang bersumber pada unsur kehendak atau kemauam manusia (will, karsa, ethi).
4)      Nilai religius, yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius bersumber pada kepercayaan.
            Berdaasrkan penggolongan nilai budaya yang telah dijelaskan ada nilai kebenaran. Dalam sebuah cerita memang memiliki kebenaran, lalu ada nilai keindahan dan kebaikan. Sebuah cerita tentu memiliki unsur keindahan. Nilai religius tidak akan selalu hadir pada setiap cerita semua bergantung pada cerita dan asal cerita yang hidup dalam alam pikiran tersebut.


















BAB III
METODE PENELITIAN

A.  Pendekatan Penelitian
            Menggunakan metodologi kualitatif, yaitu berusaha memahami fact yang ada di balik kenyataan, yang dapat dialamati atau diindera secara langsung. Dalam istilah metodologi kualitatif, fact yang terdapat di balik kenyataan langsung disebut verstehen. Sehubungan dengan metodologi tersebut, Denzin dan Lincoln mengemukakan bahwa Qualitatif research is a field of inquiry in it’s right. It crosscuts disciplines, fields, and subject matter (Denzin dan Lincoln dalam Maryaeni,2008:2). Jadi penelitian mengenai kebdayaan memang cocok menggunakan metode kualitatif yang murni menggunakan fakta,tidak melibatkan angka, dan jenis pendekatan deskiptif yang tidak mengubah data.

B.  Lokasi Penelitian
            Makam sunan Maulana Malik Ibrahim di kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik. Daerah Gresik merupan sebuah daerah yang religius, mayoritas penduduknya adalah muslim. Di Gresik terdapat banyak tokoh-tokoh yang ikut menyebarkan agamanya di Gresik seperti Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Giri, Fatimah binti Maimun, dan lain-lain. Dapat dijumpai banyak pondok pesantren berdiri.
C. Penentuan Informan
            Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penentuan informan berdasarkan persyaratan:
1. orang yang sudah tua (sepuh),
2. mengetahui cerita,
3. berdiam di lokasi penelitian,
4. sehat jasmani.
E Teknik Pengumpulan Data
            Teknik pengumpulan data yang dimaksud adalah bagaimana data itu bisa ada dan dapat dianalisis, merupakan cara kerja terkait dengan apa yang harus diperbuat dan bagaimana berbuat rangka mencapai tujuan penelitian. (Sudikan, 2001: 77). Jadi jelaslah pada tahap ini dilakukan sebuah usaha untuk membuat data tersebut bisa muncul. Teknik yang dilakukan sebagai berikut:
1.      Observasi mengamati tempat penelitian dan nara sumber yang hendak diajak wawancara.
2.      Wawancara
3.      Teknik Perekaman
4.      Transkripsi teks
5.      Teknimpenerjemahan
6.      Teknik dokumentasi
            Sehingga data yang muncul merupakan data primer dan data sekunder. Data sekunder digunakan untuk melengkapi data primer yang telah diperoleh.
F. Teknik Analisis Data
            Menggunakan dua teori,untuk menganalisa fungsi yang ada pada legenda Malik Ibrahin tersebut menggunakan teori fungsi William R. Bascom dan untuk menganalisis nilai fungsi menggunakan teori nilai budaya Koentjaraningrat.
G. Teknik Keabsahan Data
            (Lincoln dan Cuba dalam Sudikan,2001:83) untuk memeriksa keabsahan data dalam kajian ini dilakukan kegiatan sebagai berikut: (a) melakukan triangulasi, (b) melakukan peer debriefing, (c) melakukan member check, dan kepastian dan audit trial. Langkah-langkah triangulasi, yaitu :
1)      triangulasi sumber data,
2)      triangulasi pengumpul data (investor),
3)      triangulasi metoda pengumpul data dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam metode pengumpulan data,
4)      triangulasi teori.





























BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisa Fungsi
(a) sebagai sebuah bentuk hiburan
            Fungsi yang pertama sebagai bentuk hiburan, cerita Legenda Sunan Maulana Malik Ibrahim ini memang bisa dikatakan sebagai sebuah hiburan. Alasannya karena seluruh cerita itu tentu memiliki unsur menghibur. Seperti legenda sunan Maulana Malik Ibrahim ini mengisahkan bagaimana beliau berupaya keras menyebarkan agama Islam, bagaimana usaha-usaha dan berbagai taktik dilancarkan demi menyelamatkannya dari keterpurukan. Sebuah hiburan tidak hanya bersifat lucu saja tetapi juga bisa dikatakan sebagai sesuatu yang memberi pengetahuan. Berdasarkan cerita legenda Maulana Malik Ibrahim ini kita dapat mengetahui bagaimana dahulu ulama yang berasal dari Gujarat ini menyebarkan agama Islam. Bagaimana keadaan masyarakat daerah sekitar zaman dahulu. Sebuah pengetahuan yang baru juga dapat dikatakan sebagai sebuah pengetahuan dan juga sebagai hiburan. Dengan adanya cerita Sunan Maulana Malik Ibrahim ini juga dapat memberi pengetahuan mengenai perkembangan agama Islam.
(b) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. Fungsi yang kedua ini lebih kepada manfaat dari legenda tersebut, dapat dikatakan legenda Sunan Maulana Malik Ibrahim ini memiliki alat pengesahan pranata dalam masyarakat. Pada legenda itu sendiri sempat dikisahkan bagaimana susahnya, bagaimana kerasnya usaha Sunan Malik Ibrahim membenahi kehidupan masyarakat yang telah berakar. Usaha dan taktik demi taktik dijalankan dengan sabar, mulai dari proses mendekati masyarakat, mengenalnya lebih jauh sampai pada akhirnya hampir seluruh masyarakat yang ada di sana menaruh hati dan mereka akhirnya memeluk agama Islam. Sebuah masyarakat yang dulunya memiliki keyakinan penuh terhadap Hindhu-Syiwa dan kini menjadi seorang muslim. Jadi yang dimaksud dengan mengesahkan pranata disini adalah sebuah pranata baru (ajaran agama Islam yang memiliki pranata meski pranata itu tidak memaksa, tidak mengikat) dari pranata sebelumnya.
(c) sebagai alat pendidikan anak-anak.
            Fungsi yang ketiga jelas, cerita legenda Sunan Maulana Malik Ibrahim ini dapat digunakan sebagai alat pendidikan. Legenda ini dapat diceritakan kepada murid-murid, tak hanya di sekolah di luar sekolah pun dapat diceritaksn sehingga dapat menambah pengetahuan kita tentang cerita Sunan Maulana Malik Ibrahim ini yang merupakan sunan pertama. Dengan diceritakannya kepada anak-anak di sekolah atau pun kepada lembaga-lembaga pendidikan yang lain dapat digunakan sebagai sebuah sarana untuk member tahu kepada generasi penerus kita bagaimana awal mula agama Islam datang di wilayah ini. Dikhawatirkan generasi penerus kita nanti akan dijejalkan berbagai cerita yang mungkin benar-benra cerita yang direkayasa. Jadi, selain untuk alat pendidikan juga sebagai pemelihara legenda.
(d) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan dipatuhi anggota kolektifnya.
            Fungsi yang terakhir yang diungkapkan oleh William R. Bascom ini adalah yaitu lebih kepada pemulihan sebuah kekeliruan dengan memeluk agama Hindhu-Syiwa dan mengembalikan ke jalan yang benar. Legenda Sunan Maulana Malik Ibrahim ini juga menegaskan bagaimana ajaran agama Islam ini dipelihara, diawasi sehingga tetap ke jalan yang benar.

Ø  Berikut adalah mengenai nara sumber:
Nama : bapak Alipi
Usia   : sekitar 40 tahun
Tempat tinggal  : Gresik
Agama : Islam
Kedudukan : pamitia yayasan Malik Ibrahim dan mengetahui sejarah Sunan Malik Ibrahim.
Data sumber penelitian
1. data wawancara langsung
2. data dari sumber buku yang berada dari tempa penelitian, yang diterbitkan pada    tahun 1402 Hijriyah / 18 November 1981 Masehi. Sebuah buku yang berkisah langsung mengenai Sunan Maulana Malik Ibrahim dan diceritakan berdasarkan tuturan dari juru kunci makam Maaulana Malik Ibrahim.

4.2 Analisa nilai budaya
            Berdasarkan nilai budaya oleh Notonegoro (dalam Feni) legenda Sunan Maulana Malik Ibrahim ini lebih terfokus pada nilai budaya yang terakhir yaitu Nilai kerohanian yaitu, segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dibedakan menjadi 4 yaitu:
·           Nilai kebenaran atau kesatuan yang bersumber pada unsur-unsur akal manusia.
·           Nilai keindahan yang bersumber pada masa manusia 
·           Nilai kebaikan atau nilai normal yang bersumber pada unsur kehendak atau kemauam manusia (will, karsa, ethi).
·           Nilai religius, yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius bersumber pada kepercayaan.
Berdasarkan Legenda yang diambil juga merupakan sebuah cerita keagaan, mengenai sebuah asal mula seorang tokoh religius, tentulah nilai budaya yang dimiliki  adalah nilai religius yang kental.
     Nilai kerohanian itu juga dibagi lagi menjadi 4, pertama nilai kebenaran. Legenda Sunan Maulana Malik Ibrahim ini memang merupakan kisah yang benar-benar terjadi di wilayah Gresik, dan cerita ini juga diuturkan secara turun temurun dan bukan sebuah rekayasa. Di belakang proposal ini akan dilampirkan cerita legenda itu, foto-foto sebagai bukti konkret dan juga data rekaman (narasumber bercerita secara garis besar dan cerita didukung dengan data sekunder /kepustakaan).
Nilai kedua yakni nilai keindahan yang bersumber pada manusia, memang cerita Legenda ini memang bersumber pada manusia. Karena legenda ini merupakan legenda yang berjenis perseorangan.
Nilai yang ketiga, adalah Nilai kebaikan. Seperti kita ketahui ajaran agama Islam merupakan agama teakhir yang diturunkan oleh Allah SWT kepada kita semua lewat orang-orang yang dipilih-Nya. Sebagai pemeluk agama Islam tentu ini merupakan sebuah cerita yang tentu memiliki nilai kebaikan. Kebaikan seorang ulama member tahu kepada rakyatnya bagaimana jalan yang benar, sehingga sampai sekarang agama itu sudah berada di antara kita tanpa perlu bersusah payah datang ke India.
Nilai yang terkhir adalah nilai religius, nilai ketuhanan. Nilai kerohanian yang berkaitan erat dengan ketuhanan. Ajaran agama bermula dari Tuhan.
4.3 Mengvaliditaskan Data
*      Pertama dengan triangulasi sumber data
Data wawancara                                                              data dari buku yang            berasal dari tempat      penelitian

                                                   Peneliti
*      triangulasi pengumpul data
                                                                                                            bapak umar nara sumber         Hasyim
di tempat penelitian                                                                       
                                                             Peneliti
*      Triangulasi metode pengumpulan data
metode wawancara                                                                 metode kepustakaan


                        metode pencatatan (penggabungan data)
*      triangulasi teori
teori fungsi                                                                              teori nilai budaya


                        peneliti menerapkan teori
BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
            Berdasakan penelitian yang dilakukan dengan memakai aalisa fungsi dan nilai budaya yang dimiliki, dan cerita tersebut juga memang memiliki nilai lebih untuk daji lebih dalam. Dapat diketahui pula bahwa sebuah cerita yang bernuansa legenda itu hendaknya kita beritahukan kepada generasi penerus kita berikutnya agar mereka mengetahui bagaimana sejarah dari ajaran agama Islam dan juga tokoh yang menyebarkannya. Selain, itu juga bisa digunakan menjadi alat pendidikan dan memiliki nilai religius yang kental.
5.2 Saran dan Kritik
            Demi sempurnanya proposal ini diharap saran dan kritik yang membangun, sehingga memperbaiki proposal berikutnya.










LAMPIRAN
Sarana Dokumentasi.
Untuk data rekam menggunakan hp Dual sim card SPC BOSS 1000
·          Dengan tombol Qwerty.
·         Dual sim card dengan frekuensi         850/900/1800/1900MHz.
·         menggunakan antenna internal           untuk   TV dan Radio
·         didukung Bluetooth.
·          didukung WIFI
·          layar 2.2" TFT LCD (wide screen)
·          Have motion sensor
·          didukung T-Flash atau  kartu microSD hingga 16GB
·         menggunakan speaker nomal untuk hedset 2,2 mm
·          internal lebih besar  SDRAM (128 MB memory)
·          didukung dengan  USB 2.0
·          didukung juga dengan alaram salat
·          didukung dengan WAP dan GPRS class 12
·          didukung dengan EDGE
·          mendukung untuk adanya pembatasan daftar panggilan. (pembatasan sms dan telepon)
·          mendukung Java dan  J2ME, include Yahoo Messanger dan Facebook
·          bahasa : Inggris dan Indonesia
·          mendukung adanya background suara ketika melakukan panggilan keluar.
·          mendukung untuk download dan install program java J2ME
Untuk pengambilan gambar didukung dengan  NOKIA 3230:
o   Layar TFT 65.536 warna, 176x208    piksel.
   Fitur : polifonik 48 channel (MP3/MIDI/true tone), kamera 1.3 MP,  memory 6 MB, HSCSD, xHTML,             HTML, SMS, MMS, GPRS 10, WAP 2.0, Picture messaging, visual radio, push to talk, word/power point viewer, SyncML, kalkulator, jam alarm, voice dial, voice command, speakerphone, dan perm



















DAFTAR PUSTAKA

Danandjaja, James. 1986. FOLKLOR INDONESIA ilmu gossip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta: graffiti pers.
Koentjoroningrat. 1990. PENGANTAR ILMU ANROPOLOGI. Jakarta: rineka Cipta.
Koentjoroningrat,.2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.  Jakarta: Djambatan.
Maeryani.2008. Metode Penelitian Kebudayaan Jakarta: Bumi Aksara
Milasari, Dyah. ___. “Legenda Desa Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik.” Skripsi tidak diterbitkan Surabaya: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Unesa.
Reniawati, Reni.2006 “legenda Pendopo Mbok Rondo di desa Pulungan Kabupaten Sidoarjo.” Skripsi tidak diterbitkan Surabaya: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Sudikan, Setya Yuwana. 1993. Metode Penelitian Sastra Lisan. Surabaya: Citra     Wacana.
Sudikan, Setya Yuwana. 2001. Metode Penelitian Kebudayaan. Surabaya: Citra     Wacana.
Wulandari, Ridzky Karni. 2009. “legenda-legenda di sekitar telaga Sarangan          Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.” Skripsi tidak diterbitkan    Surabaya: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia