Kamis, 17 November 2011

analisis tokoh "aku" pada novel Edensor krya Andrea Hirata

Judul buku      : EDENSOR
Pengarang       : Andrea Hirata
Tahun Terbit   : 2007
Penerbit          : Bentang
Tempat terbit  : Yogyakarta
Tebal buku      : xii + 290 hal ;20,5 cm
Cover depan  : seorang lelaki sedang duduk bersanding dengan tiang lampu yang     berbackground Paris.

EDENSOR
    Sebuah buku yang dibuat oleh seorang yang bukan berbasic sastra, namun ia mampu memikat para pembacanya dengan tema yang jarang diangkat oleh kebanyakan penulis. Tema petualangan dan pendidikan dengan gaya bahasa metafora nekat ia luncurkan tanpa memerdulikan konsumsi pasar. Dan jika dilihat dari segi isi novel ini dapat digolongkan ke dalam sebuah novel sains. Yang didominasi oleh tokoh “aku”, yang disini dikisahkan adalah seorang anak yang dulunya sangat nakal dan bandel. Dahulu ketika kecil ia sempat berganti-ganti nama hingga 3 kali sampai ia mendapat nama yang cocok Andrea yang dipilihnya sendiri dari sebuah majalah model. Karena mitos orang belitong sebuah nama adalah do’a, jadi jika ada kesalahan pada tabiat si anak, maka perlu diperiksa namanya. Hal itu berlaku pula bagi orang tua Ikal, yakni si aku.
Disini pula diceritakan mengenai perjuangan Ikal dan Arai dalam menempuh kuliah di luar negeri dan bagaimana kedua anak manusia ini memperjuangkan mimpi-mimpinya hingga menjadi sebuah kenyataan. Namun, dalam buku ini tidak melulu menampilkan cerita mengenai pahit manis kehidupan, melainkan ada juga sisi asmara yang ditampilkan. Sosok A Ling, yang merupakan cinta pertamanya hingga ia rela mencari sosok sang pujaan hati ini hingga ke Afrika. Tak hanya asmara dari si ikal saja yang dikisahkan disini, ternyata arai juga memiliki sisi romantis yang tak kalah dengan Ikal, ia bahkan masih mencintai pujaan hatinya Zakiah Nurmala meski dalam kenyataannya ia telah ditolak selama 10 tahun. Sebenarnya masih banyak                     kisah – kisah menarik dalam buku ini yang menarik dan ingin saya utarakan, tetapi sekiranya bagian – bagian yang inti saja yang akan saya utarakan. Ketika perjuangan Arai dalam menempuh kuliah di luar negeri dan terpaksa harus diakhiri karena ia diserang Asthma Bronciale, sebuah penyakit yang berhubungan dengan paru – paru, biasa melanda penduduk negeri miskin dan mungkin bersifat genetik. Lalu ketika ia meneruskan kuliahnya dan harus mengejar Dosennya yang dikisahkan disini sang Dosen Ekonomi yang juga merupakan Doktor Ekonomi terbaik di dunia ini harus Pensiun. Ia pun mengikutinya demi riset yang selama ini kerjakan, dan tanpa sengaja ketika ia pergi menemui sang doctor dan sang doctor tak ada di tempat, ia akhirnya memutuskan untuk berjalan – jalan melihat desa sekitar. Tanpa diduga – duga ia sampai pada sebuah tempat yang familiar dan dimana ia menyaksikan nun di bawah sana, rumah-rumah penduduk berselang-seling diantara jerejak anggur yang telantar dan jalan setapak yang berkelak-kelok. Aku terpana dѐjàvu melihat desa yang menawan. Aku merasa kenal dengan gerbang desa berukir ayam jantan itu, dengan bangku batu itu, dengan jajaran bungan daffodil dan asturia di pagar peternakan itu. Aku seakan menembus lorong waktu dan terlempar ke sebuah negeri khayalan yang telah lama hidup dalam kalbuku. Itulah sebuah tempat, sebuah petunjuk terakhir yang diberikan oleh sang pujaan hati A Ling. EDENSOR.











ANALISIS TOKOH “AKU” DALAM NOVEL EDENSOR KARYA ANDREA HIRATA dengan menggunakan teori tokoh BURHAN NURGIYANTORO

          Sebuah tokoh dalam sebuah karya sastra sungguh berperan penting. Tanpa adanya tokoh tentunya kita akan sulit mengenali cerita tersebut. Dalam membicarakan fiksi, sering dipergunakan istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah tokoh itu sendiri menunjuk pada orangnya, pelaku cerita itu sendirti. Tokoh cerita (character), menurut Abrams (1981:20) adalah orang – orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.dari kutipan tersebut juga dapat diketahui bahwa antara seseorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dengan penerimaan pembaca. Lalu diketahui juga  ada istilah penokohan yang dalam aplikasinya memiliki pengertian yang lebih luas dari “tokoh”, disini dijelaskan bahwa pengertian dari tokoh lebih luas pengertiannya dari pada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
            Biasanya sebuah tokoh dalam sebuah karya fiksi hendaknya memiliki 2 ciri ini. Pertama kewajaran, oleh karena pengarang yang sengaja menciptakan dunia dalam fiksi, ia mempunyai kebebasan penuh untuk menampilkan tokoh – tokoh cerita sesuai dengan seleranya,siapapun orangnya apapun status sosialnya, bagaimanapun perwatakannya  dan permasalahan apapun yang dihadapinya.  Singkatnya pengarang bebas untuk menampilkan dan memperlakukan tokoh siapapun dia orangnya walau hal itu berbeda dengan “dunianya” sendiri dengan dunia nyata.(Burhan.N, 1995:166). Disini juga dikatakan mengenai kewajaran itu sendiri, yang dimaksud dengan wajar disini adalah “walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh ciptaaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajarnya sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan. (Burhan.N, 1995:167). Dilihat dari fungsinya, tokoh cerita merupakan bagian yang penting, karena tokoh cerita menempati posisi yang strategis dalam penyampaian pesan, moral atau sesuatu yang sengaja disampaikan kepada pembaca.
            Lalu, ciri yang kedua adalah keseperthidupan atau lifelikenesskarena masalah kewajaran seorang tokoh sering dihubungkan dengan ciri yang kedua ini yakni kesepertihidupan. Karena masalah kewajaran tokoh cerita sering dikaitkan dengan masalah sehari-hari. Seorang tokoh cerita dianggap wajar, relevan, jika mencerminkan dan mempunyai kemiripan dengan kehidupan manusia sesungguhnya (lifelike). Tokoh cerita hendaknya bersifat alami, memiliki sifat lifelikeness, ‘kesepertihidupan’, paling tidak itulah harapan pembaca. (Burhan.N, 1995168).
            Mengenai tokoh-tokoh yang ada dalam sebuah karya fiksi banyak macamnya. Jika dilihat dari sudut peranan atau tingkat pentingnya dapat digolongkan menjadi Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan. Singkatnya tokoh utama adalah tokoh yang sering muncul dalam cerita, sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sering muncul dalam sebuah karya sastra.(Burhan.N., 1995:176-177) Jika dilihat dari segi peranannya dan fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis dan antagonis, tokoh protagonis adalah tokoh yang baik, yang menurut pembaca dapat menimbulkan rasa empati dan simpati. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang pada akhir penilaian akan menimbulkan emosi, atau secara sederhana dapat dikatakan ia adalah tokoh yang jahat.(Burhan.N, 1995:178-180) Bila berdasarkan perwatakannya tokoh dalam cerita dapat digolongkan dalam tokoh sederhana dan tokoh bulat, tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu watak-watak tertentu saja.(Burhan.N, 1995:181) Sedang tokoh bulat adalah tokoh yang kompleks tokoh yang diungkap berbagai sisi – sisi kehidupannya, pribadinya dan jati dirinya. Ia dapat mempunyai watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin bertentangan dan sulit diduga                           (Layla Sari.SS, 2006:254). Dibanding dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan (Abrams, 1981:20-1). Dan ada juga kategori berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh cerita dalam sebuah novel, dapat dibedakan menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya           peristiwa–peristiwa yang terjadi (Alternberg & Lewis, 1966:58). Sedangkan tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perubahan (dan perubahan) peristiwa dan pl;ot yang dikisahkan. (Burhan.N, 1995:188). Dan pengkategorian tokoh yang terakhir dilihat dari kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap (sekelompok) manusia dari kehidupan nyata, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan dan kebangsaannya (Burhan.N, 1995:190) Sedangkan tokoh netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri (Burhan.N, 1995:191).
            Ketika saya membaca berkali-kali novel ini saya tertarik pada tokoh – tokoh yang dihadirkan dalam novel ini. Lebih tepatnya pada tokoh “Aku”. Disini menurut pandangan saya ia dapat digolongkan ke dalam lebih dari dari 1 golongan. Pertama ia adalah tokoh Utama, kenapa? Karena ia hampir selalu hadir dalam setiap peristiwa yang ada dalam cerita ini. Entah itu berada di awal, tengah ataupun akhir cerita. Dapat dibuktikan dalam kutipan-kutipan yang berada dalam novel, apakah itu monolog atau dialog.
*      “aku masih tak tau mengapa setiap hari aku mengunjungi Weh. Yang ku tahu, ketika melihat matanya yang bening dan kesakitan, hatiku ngilu, ketika melihat jalannya timpang karena burut menghisap air dalam tubuhnya, mengumpul di selangkang, kubuang pandanganku karena hatiku perihdan ketika melihatnya tidur, memasrahkan tubuhnya yang telah dikhianati nasib pada senyap sungai payau aku gelisah sepanjang malam..”(Andrea,H, 2007:4)
Disini dapat saya katakana kalau Aku berada di awal cerita, terbukti pada halaman ke-4 dan disana juga dikisahkan aku saat itu masih kecil masih duduk di bangku SD.
*      “gadis tionghoa itu menatapku mohon perlindungan, dan aku jatuh cinta, sungguh jatuh cinta untuk yang pertama kalinya.”(Andrea.H, 2007:31)
Disini aku terlibat sebuah hubungan asmara ketika menginjak remaja. Dengan seorang gadis tionghoa yang untuk pertama kalinya membuat hatinya berdesir tak keruan.
*      “Aku telah menjadi seorang amtenaar dalam kolom pangkat tata usaha, punya seragam.” (Andera.H, 2007:40)
Aku saat itu tengah berusaha mencari pekerjaan demi meneruskan cita-cita dan mengejar mimpinya.
*      “sulit kupercaya bahwa aku duduk dalam bus ini, mengalami kenyataan mimpi itu dan tak lebih dari 4 jam lagi kami akan sampai di Perancis.” (Andrea.H, 2007:77)
Pada bagian ini Aku telah mengalami banyak kejadian dan salah satunya adalah mimpinya untuk dapat merasakan pelajarn dari negeri seberang. Dan banyak peristiwa yang terjadi pada orang lain yang berhubungan dengan tokoh utama.
*      “aku terkejut.Enak saja, tidak adil. Ayahku membawa kebaikan untuknya dan ia sama sekali tak punya basa-basi. Dia bisa saja menakuti siapa saja, bukan aku. Weh meradang, aku bergeming.” (Andrea.H, 12007:3)
Pada pernyataan ini dapat dibuktikan bahwa tokoh Aku memang sangat dominan dan diceritakan di hampir seluruh bagian novel. Entah yang menceritakan perihal dirinya sendiri ataukah berhubungan dengan tokoh lain yang berada dalam cerita.
            Lalu dapat saya katakana pula bahwa tokoh “aku”disini adalah tokoh berkembang. Dengan bukti-bukti sebagai berikut :
Dahulu, ketika masih kecil ia adalah anak yang bandel
ý     “kalau terompah wak kaji pindah ke langi-langit dan beduk betalu-talu bukan jam sholat, pasti aku yang dicari karena memang aku pelakunya. Sering aku menyamar memakai mukena sepupuku, menyelinap dalam saf puteri, membuat onar. Bulan puasa, aku lubangi buku-buku tebu dengan linggis, kuisi air adan karbit lalu kuarahkan ke jendela masjid saat seisi kampong tarawih. Gas karbit yang mampt dalam lubang bamboo yang sempit berdentum laksana meriam saat sumbunya kusulut, jemaah kocar-kacir..”(Andrea.H, 2007:18)
Tetapi ia dilanda kasmaran dan juga namanya telah diganti sesuai dengan pilihannya sendiri. Sebuah nama Italia yang ia ambil dari sebuah majalah model yang dikisahkan sang pemilik nama itu adalah penggemar berat Elvis Persley yang tergil-gila dan nekat bunuh diri jika Elvis tak membalas cintnya. Si Aku menjadi sosok yang tenang, tidak bandel hingga membuat orang disekitarnya terheran-heran dan membuat sang orang tua bangga. Seperti pada Wak Kaji yang merupakan guru ngaji dari Si Aku, yang di awal cerita dikisahkan Aku adalah seorang yang bandel tetapi pada akhirnya ia sadar kalau ia salah.
ý  “aku mengaji dengan khusyuk. Kacamata Taikong sampai merosot, bibirnya tumpah…”(Andrea.H, 2007:32).
Dari sini dapat saya katakana kalau tokoh Aku mengalami perubahan mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan seiring dengan perkembngan peristiwa itu sendiri. Ada bukti lain yang menguatkan dugaan saya tersebut.
ý  “aku sadar aku telah belajar mencintai hidupku dari orang yang membenci hidupnya, dan Weh adalah orang poertama yang mengjariku mengenmali diriku sendiri” (Andrea.H, 2007:12)
ý  “Murid-muridku, berkelanalah, jelajahi Eropa, jamah Afrika. Temukan mozaik nasibmu di pelosok-pelosok dunia. Tuntutlah ilmu sampai ke Sorbonne di Perancis, saksikan karya-karya besar Gaudi di Spanyol “. Kalimat itu adalh letupan pertama angan-angan yang menggelisahkan kami sepanjang waktu.(Andrea.H, 2007:40)
ý  “aku ingin hidup mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri lalu terjun bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang beraksi satu sama lainseperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar ke arah yang mengejutkan. Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan ciut dicengkeram dingin. Aku ingin hidup yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup! (Andrea.H, 2007:48)
ý  “aku sendiri belum yakin apakah akan mampu mengemban komitmen itu, bahkan belum yakin apakah aku memiliki kualifikasi yang memadai untuk menyelesaikan risetku.”(Andrea.H, 2007:86)
ý  “Tapi aku yakin satu hal bahwa ketika melewati selasar itu, mimpi kami menginjakkan kaki di atas altar suci almamater Sorbone telah menjadi kenyataan.”(Andrea.H, 2007:86)
ý  “Sekarang aku memahami arti ekonomi sebagai science, segabai mahzab, bahkan sebagai seni dan filosofi…” dan aku sangat gandrung pad aide-ide Adam Smith” (Andrea.H, 2007:130)
ý  “Dulu cita-citaku ingin menjadi pemain bulutangkis, lalu gagal. Dan kini Adam Smith mendidihkan gairahku untuk menjadi ilmuwan ekonomi..”(Andrea.H, 2007:132)
ý  “ Aku baru saja merayakan cita-cita menjadi seorang economics scientist tapi rupanya ayahku ingin aku menjadi madya pupuk…”(Andrea.H, 2007: 141)
ý  “Dadaku sesak karena keluguan surat itu telah membuatku merasa sangan malu terhadap diriku sendiri, paa harapan duniawiku yang egois dan materialistik.”(Andrea.H, 2007:142)
Dari pernyataan-pernyataan di atas jelas tertangkap kalau tokoh “Aku” ini mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan atau karakter karena seiring dengan perkembangan peristiwa atau plot yang dikisahkan. Tokoh aku yang mulanya bandel, menjadi tidak bandel ketika berjumpa dengan A Ling gadis Tionghoa dan juga ketika namanya ia ganti sesuai dengan kehendak hatinya karena menurut tradisi seorang yang tidak beres kelakuannya perlu diperiksa namanya, mungkin namanya tidak mencerminkan atau memiliki arti yang kurang bagus. Lalu berubahnya cita-cita aku sewaktu kecil yang ingin memjadi pemain bulutangkis berubah haluan menjadi seorang economics scientist yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dari perkuliahannya, dari dosen-dosen pengajarnya dan yang terpenting dari dirinya sendiri. Ketika cita-cita itu sudah ada rintangan itu datang kembali yang berasal dari kedatangan surat orangtuanya yang jauh-jauh dari desa yang mengatakan kalau ia tak perlu bersekolah tinggi-tinggi cukup sebagai seorang ahli madya pupuk saja, karena saat itu di desa si aku sedang mengalami kesulitan gagal panen dan terserang wabah penyakit yang tak kunjung menemukan obatnya.
Berdasarkan data-data yang nada dapat saya katakana juga bahwa tokoh “Aku” jug adapt gigolongkan pula ke dalam tokoh bulat. Kenapa? Karena dilihat dari pengertian tokoh bulat itu sendiri adalah tokoh yang diungkap sisi-sisi kehidupannya, pribadinya dan jati dirinya. Dari semua data yang ada dapat dikatakan kalau bagaimana perubahan-perubahan peristiwa itu mempengaruhi pribadi tokoh, dan jelas juga kalau disini diungkapkan karakter tokoh Aku. Sebagai tambahan yang menyatakan kalau dulunya Aku seorang yang keras kepala dan jail :
*     “aku masih kecil dan Weh sudah tua ketika kami bertemu.” Dan “keras kepala! Mirip sekali dengan ibumu!” (Andrea.H, 2007:3)
*     “Nakalku kian menjadi, aku belingsatan menjari diriku sendiri. Tersesat dalam ide-ide yang sinting.” (Andrea.H, 2007: 23)
*     kedua, adalah kenakalan yang kusembunyikan jauh dalam hati, sehingga Maurent sendiri tak tahu bahwa aku selalu berusaha menyebut namanya berulang-ulang…”(Andrea.H, 2007:83)
Jadi jelaslah sudah bahwa tokoh Aku dapat digolongkan ke dalam lebih dari satu criteria. Yaitu tokoh utama, bulat dan berkembang.



DAFTAR PUSTAKA

Hirata, Andrea.2007.Edensor.Yogyakarta:bentang

Nurgiyantoro,Burhan.1995.Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Sari, layla SS dan nur layla,SS. 2006. kamus istilah sastra: Bandung: nuansa Aulia Bandung



Tidak ada komentar:

Posting Komentar