Judul buku : EDENSOR
Pengarang : Andrea Hirata
Tahun
Terbit : 2007
Penerbit : Bentang
Tempat
terbit : Yogyakarta
Tebal buku : xii + 290 hal ;20,5 cm
Cover depan :
seorang lelaki sedang duduk bersanding dengan tiang lampu yang berbackground Paris.
EDENSOR
Sebuah
buku yang dibuat oleh seorang yang bukan berbasic sastra, namun ia mampu
memikat para pembacanya dengan tema yang jarang diangkat oleh kebanyakan
penulis. Tema petualangan dan pendidikan dengan gaya bahasa metafora nekat ia luncurkan tanpa
memerdulikan konsumsi pasar. Dan jika dilihat dari segi isi novel ini dapat
digolongkan ke dalam sebuah novel sains. Yang didominasi oleh tokoh “aku”, yang
disini dikisahkan adalah seorang anak yang dulunya sangat nakal dan bandel.
Dahulu ketika kecil ia sempat berganti-ganti nama hingga 3 kali sampai ia
mendapat nama yang cocok Andrea yang dipilihnya sendiri dari sebuah majalah
model. Karena mitos orang belitong sebuah nama adalah do’a, jadi jika ada
kesalahan pada tabiat si anak, maka perlu diperiksa namanya. Hal itu berlaku
pula bagi orang tua Ikal, yakni si aku.
Disini pula diceritakan mengenai perjuangan Ikal dan Arai dalam menempuh
kuliah di luar negeri dan bagaimana kedua anak manusia ini memperjuangkan
mimpi-mimpinya hingga menjadi sebuah kenyataan. Namun, dalam buku ini tidak
melulu menampilkan cerita mengenai pahit manis kehidupan, melainkan ada juga
sisi asmara
yang ditampilkan. Sosok A Ling, yang merupakan cinta pertamanya hingga ia rela
mencari sosok sang pujaan hati ini hingga ke Afrika. Tak hanya asmara dari si
ikal saja yang dikisahkan disini, ternyata arai juga memiliki sisi romantis
yang tak kalah dengan Ikal, ia bahkan masih mencintai pujaan hatinya Zakiah
Nurmala meski dalam kenyataannya ia telah ditolak selama 10 tahun. Sebenarnya
masih banyak kisah –
kisah menarik dalam buku ini yang menarik dan ingin saya utarakan, tetapi
sekiranya bagian – bagian yang inti saja yang akan saya utarakan. Ketika
perjuangan Arai dalam menempuh kuliah di luar negeri dan terpaksa harus
diakhiri karena ia diserang Asthma
Bronciale, sebuah penyakit yang berhubungan dengan paru – paru, biasa
melanda penduduk negeri miskin dan mungkin bersifat genetik. Lalu ketika ia
meneruskan kuliahnya dan harus mengejar Dosennya yang dikisahkan disini sang
Dosen Ekonomi yang juga merupakan Doktor Ekonomi terbaik di dunia ini harus
Pensiun. Ia pun mengikutinya demi riset yang selama ini kerjakan, dan tanpa
sengaja ketika ia pergi menemui sang doctor dan sang doctor tak ada di tempat,
ia akhirnya memutuskan untuk berjalan – jalan melihat desa sekitar. Tanpa
diduga – duga ia sampai pada sebuah tempat yang familiar dan dimana ia
menyaksikan nun di bawah sana,
rumah-rumah penduduk berselang-seling diantara jerejak anggur yang telantar dan
jalan setapak yang berkelak-kelok. Aku terpana dѐjàvu melihat desa yang menawan. Aku
merasa kenal dengan gerbang desa berukir ayam jantan itu, dengan bangku batu
itu, dengan jajaran bungan daffodil dan asturia di pagar peternakan itu. Aku
seakan menembus lorong waktu dan terlempar ke sebuah negeri khayalan yang telah
lama hidup dalam kalbuku. Itulah sebuah tempat, sebuah petunjuk terakhir yang
diberikan oleh sang pujaan hati A Ling. EDENSOR.
ANALISIS TOKOH “AKU” DALAM NOVEL EDENSOR KARYA ANDREA HIRATA dengan
menggunakan teori tokoh BURHAN NURGIYANTORO
Sebuah
tokoh dalam sebuah karya sastra sungguh berperan penting. Tanpa adanya tokoh
tentunya kita akan sulit mengenali cerita tersebut. Dalam membicarakan fiksi,
sering dipergunakan istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan,
atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian
yang hampir sama. Istilah tokoh itu sendiri menunjuk pada orangnya, pelaku
cerita itu sendirti. Tokoh cerita (character),
menurut Abrams (1981:20) adalah orang – orang yang ditampilkan dalam suatu
karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas
moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan
apa yang dilakukan dalam tindakan.dari kutipan tersebut juga dapat diketahui
bahwa antara seseorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dengan
penerimaan pembaca. Lalu diketahui juga
ada istilah penokohan yang dalam aplikasinya memiliki pengertian yang
lebih luas dari “tokoh”, disini dijelaskan bahwa pengertian dari tokoh lebih
luas pengertiannya dari pada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup
masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan
pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang
jelas kepada pembaca.
Biasanya sebuah tokoh dalam sebuah
karya fiksi hendaknya memiliki 2 ciri ini. Pertama kewajaran, oleh karena pengarang yang sengaja menciptakan dunia
dalam fiksi, ia mempunyai kebebasan penuh untuk menampilkan tokoh – tokoh
cerita sesuai dengan seleranya,siapapun orangnya apapun status sosialnya,
bagaimanapun perwatakannya dan
permasalahan apapun yang dihadapinya. Singkatnya
pengarang bebas untuk menampilkan dan memperlakukan tokoh siapapun dia orangnya
walau hal itu berbeda dengan “dunianya” sendiri dengan dunia nyata.(Burhan.N, 1995:166).
Disini juga dikatakan mengenai kewajaran itu sendiri, yang dimaksud dengan
wajar disini adalah “walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh ciptaaan
pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sewajarnya
sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang
mempunyai pikiran dan perasaan. (Burhan.N, 1995:167). Dilihat dari fungsinya,
tokoh cerita merupakan bagian yang penting, karena tokoh cerita menempati
posisi yang strategis dalam penyampaian pesan, moral atau sesuatu yang sengaja
disampaikan kepada pembaca.
Lalu, ciri yang kedua adalah
keseperthidupan atau lifelikenesskarena
masalah kewajaran seorang tokoh sering dihubungkan dengan ciri yang kedua ini
yakni kesepertihidupan. Karena masalah kewajaran tokoh cerita sering dikaitkan
dengan masalah sehari-hari. Seorang tokoh cerita dianggap wajar, relevan, jika
mencerminkan dan mempunyai kemiripan dengan kehidupan manusia sesungguhnya
(lifelike). Tokoh cerita hendaknya bersifat alami, memiliki sifat lifelikeness, ‘kesepertihidupan’, paling
tidak itulah harapan pembaca. (Burhan.N, 1995168).
Mengenai tokoh-tokoh yang ada dalam
sebuah karya fiksi banyak macamnya. Jika dilihat dari sudut peranan atau tingkat pentingnya dapat
digolongkan menjadi Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan. Singkatnya tokoh utama
adalah tokoh yang sering muncul dalam cerita, sedangkan tokoh tambahan adalah
tokoh yang tidak sering muncul dalam sebuah karya sastra.(Burhan.N., 1995:176-177)
Jika dilihat dari segi peranannya dan
fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis dan antagonis,
tokoh protagonis adalah tokoh yang baik, yang menurut pembaca dapat menimbulkan
rasa empati dan simpati. Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang pada akhir
penilaian akan menimbulkan emosi, atau secara sederhana dapat dikatakan ia
adalah tokoh yang jahat.(Burhan.N, 1995:178-180) Bila berdasarkan perwatakannya tokoh dalam cerita dapat
digolongkan dalam tokoh sederhana
dan tokoh bulat, tokoh sederhana
adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu
watak-watak tertentu saja.(Burhan.N, 1995:181) Sedang tokoh bulat adalah tokoh
yang kompleks tokoh yang diungkap berbagai sisi – sisi kehidupannya, pribadinya
dan jati dirinya. Ia dapat mempunyai watak tertentu yang dapat diformulasikan,
namun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan
mungkin bertentangan dan sulit diduga (Layla Sari.SS, 2006:254).
Dibanding dengan tokoh sederhana, tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan
manusia yang sesungguhnya, karena disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap
dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan (Abrams, 1981:20-1). Dan ada
juga kategori berkembang atau tidaknya
perwatakan tokoh-tokoh cerita dalam sebuah novel, dapat dibedakan menjadi tokoh statis dan tokoh berkembang. Tokoh statis adalah tokoh yang secara esensial
tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat
adanya peristiwa–peristiwa yang
terjadi (Alternberg & Lewis, 1966:58). Sedangkan tokoh berkembang adalah
tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan
perubahan (dan perubahan) peristiwa dan pl;ot yang dikisahkan. (Burhan.N, 1995:188).
Dan pengkategorian tokoh yang terakhir dilihat dari kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap (sekelompok) manusia dari
kehidupan nyata, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi tokoh tipikal dan tokoh
netral. Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan
individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan dan kebangsaannya
(Burhan.N, 1995:190) Sedangkan tokoh netral adalah tokoh cerita yang
bereksistensi demi cerita itu sendiri (Burhan.N, 1995:191).
Ketika saya membaca berkali-kali
novel ini saya tertarik pada tokoh – tokoh yang dihadirkan dalam novel ini.
Lebih tepatnya pada tokoh “Aku”.
Disini menurut pandangan saya ia dapat digolongkan ke dalam lebih dari dari 1
golongan. Pertama ia adalah tokoh Utama,
kenapa? Karena ia hampir selalu hadir dalam setiap peristiwa yang ada dalam
cerita ini. Entah itu berada di awal, tengah ataupun akhir cerita. Dapat
dibuktikan dalam kutipan-kutipan yang berada dalam novel, apakah itu monolog
atau dialog.
“aku masih tak tau mengapa setiap hari aku
mengunjungi Weh. Yang ku tahu, ketika melihat matanya yang bening dan
kesakitan, hatiku ngilu, ketika melihat jalannya timpang karena burut menghisap
air dalam tubuhnya, mengumpul di selangkang, kubuang pandanganku karena hatiku
perihdan ketika melihatnya tidur, memasrahkan tubuhnya yang telah dikhianati
nasib pada senyap sungai payau aku gelisah sepanjang malam..”(Andrea,H, 2007:4)
Disini dapat
saya katakana kalau Aku berada di awal cerita, terbukti pada halaman ke-4 dan
disana juga dikisahkan aku saat itu masih kecil masih duduk di bangku SD.
“gadis tionghoa itu menatapku mohon
perlindungan, dan aku jatuh cinta, sungguh jatuh cinta untuk yang pertama
kalinya.”(Andrea.H, 2007:31)
Disini aku
terlibat sebuah hubungan asmara
ketika menginjak remaja. Dengan seorang gadis tionghoa yang untuk pertama
kalinya membuat hatinya berdesir tak keruan.
“Aku telah menjadi seorang amtenaar dalam kolom pangkat tata usaha, punya seragam.” (Andera.H,
2007:40)
Aku saat itu
tengah berusaha mencari pekerjaan demi meneruskan cita-cita dan mengejar
mimpinya.
“sulit kupercaya bahwa aku duduk dalam bus ini,
mengalami kenyataan mimpi itu dan tak lebih dari 4 jam lagi kami akan sampai di
Perancis.” (Andrea.H, 2007:77)
Pada bagian ini
Aku telah mengalami banyak kejadian dan salah satunya adalah mimpinya untuk
dapat merasakan pelajarn dari negeri seberang. Dan banyak peristiwa yang
terjadi pada orang lain yang berhubungan dengan tokoh utama.
“aku terkejut.Enak saja, tidak adil. Ayahku
membawa kebaikan untuknya dan ia sama sekali tak punya basa-basi. Dia bisa saja
menakuti siapa saja, bukan aku. Weh meradang, aku bergeming.” (Andrea.H, 12007:3)
Pada pernyataan
ini dapat dibuktikan bahwa tokoh Aku memang sangat dominan dan diceritakan di
hampir seluruh bagian novel. Entah yang menceritakan perihal dirinya sendiri
ataukah berhubungan dengan tokoh lain yang berada dalam cerita.
Lalu dapat saya katakana pula bahwa
tokoh “aku”disini adalah tokoh
berkembang. Dengan bukti-bukti sebagai berikut :
Dahulu, ketika
masih kecil ia adalah anak yang bandel
ý
“kalau terompah
wak kaji pindah ke langi-langit dan beduk betalu-talu bukan jam sholat, pasti
aku yang dicari karena memang aku pelakunya. Sering aku menyamar memakai mukena
sepupuku, menyelinap dalam saf puteri, membuat onar. Bulan puasa, aku lubangi
buku-buku tebu dengan linggis, kuisi air adan karbit lalu kuarahkan ke jendela
masjid saat seisi kampong tarawih. Gas karbit yang mampt dalam lubang bamboo
yang sempit berdentum laksana meriam saat sumbunya kusulut, jemaah
kocar-kacir..”(Andrea.H, 2007:18)
Tetapi
ia dilanda kasmaran dan juga namanya telah diganti sesuai dengan pilihannya
sendiri. Sebuah nama Italia yang ia ambil dari sebuah majalah model yang
dikisahkan sang pemilik nama itu adalah penggemar berat Elvis Persley yang
tergil-gila dan nekat bunuh diri jika Elvis tak membalas cintnya. Si Aku
menjadi sosok yang tenang, tidak bandel hingga membuat orang disekitarnya
terheran-heran dan membuat sang orang tua bangga. Seperti pada Wak Kaji yang
merupakan guru ngaji dari Si Aku, yang di awal cerita dikisahkan Aku adalah
seorang yang bandel tetapi pada akhirnya ia sadar kalau ia salah.
ý
“aku mengaji dengan khusyuk. Kacamata Taikong
sampai merosot, bibirnya tumpah…”(Andrea.H, 2007:32).
Dari sini dapat
saya katakana kalau tokoh Aku mengalami perubahan mengalami perubahan dan
perkembangan perwatakan seiring dengan perkembngan peristiwa itu sendiri. Ada bukti lain yang
menguatkan dugaan saya tersebut.
ý
“aku sadar aku telah belajar mencintai hidupku
dari orang yang membenci hidupnya, dan Weh adalah orang poertama yang
mengjariku mengenmali diriku sendiri” (Andrea.H, 2007:12)
ý
“Murid-muridku, berkelanalah, jelajahi Eropa,
jamah Afrika. Temukan mozaik nasibmu di pelosok-pelosok dunia. Tuntutlah ilmu
sampai ke Sorbonne di Perancis, saksikan karya-karya besar Gaudi di Spanyol “.
Kalimat itu adalh letupan pertama angan-angan yang menggelisahkan kami
sepanjang waktu.(Andrea.H, 2007:40)
ý
“aku ingin hidup mendaki puncak tantangan,
menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri
lalu terjun bebas menyelami labirin lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat
disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang beraksi
satu sama lainseperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga,
menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar ke arah yang
mengejutkan. Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan
orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang
gemintang. Aku ingin mengarungi padang
dan gurun-gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan
ciut dicengkeram dingin. Aku ingin hidup yang menggetarkan, penuh dengan
penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin
merasakan sari pati hidup! (Andrea.H, 2007:48)
ý
“aku sendiri belum yakin apakah akan mampu
mengemban komitmen itu, bahkan belum yakin apakah aku memiliki kualifikasi yang
memadai untuk menyelesaikan risetku.”(Andrea.H, 2007:86)
ý
“Tapi aku yakin satu hal bahwa ketika melewati
selasar itu, mimpi kami menginjakkan kaki di atas altar suci almamater Sorbone
telah menjadi kenyataan.”(Andrea.H, 2007:86)
ý
“Sekarang aku memahami arti ekonomi sebagai science, segabai mahzab, bahkan sebagai
seni dan filosofi…” dan aku sangat gandrung pad aide-ide Adam Smith” (Andrea.H,
2007:130)
ý
“Dulu cita-citaku ingin menjadi pemain
bulutangkis, lalu gagal. Dan kini Adam Smith mendidihkan gairahku untuk menjadi
ilmuwan ekonomi..”(Andrea.H, 2007:132)
ý
“ Aku baru saja merayakan cita-cita menjadi
seorang economics scientist tapi rupanya ayahku ingin aku menjadi madya
pupuk…”(Andrea.H, 2007: 141)
ý
“Dadaku sesak karena keluguan surat itu telah membuatku merasa sangan malu
terhadap diriku sendiri, paa harapan duniawiku yang egois dan
materialistik.”(Andrea.H, 2007:142)
Dari pernyataan-pernyataan di atas jelas tertangkap kalau tokoh “Aku” ini
mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan atau karakter karena seiring
dengan perkembangan peristiwa atau plot yang dikisahkan. Tokoh aku yang mulanya
bandel, menjadi tidak bandel ketika berjumpa dengan A Ling gadis Tionghoa dan
juga ketika namanya ia ganti sesuai dengan kehendak hatinya karena menurut
tradisi seorang yang tidak beres kelakuannya perlu diperiksa namanya, mungkin
namanya tidak mencerminkan atau memiliki arti yang kurang bagus. Lalu
berubahnya cita-cita aku sewaktu kecil yang ingin memjadi pemain bulutangkis
berubah haluan menjadi seorang economics scientist yang dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar dari perkuliahannya, dari dosen-dosen pengajarnya dan yang
terpenting dari dirinya sendiri. Ketika cita-cita itu sudah ada rintangan itu datang
kembali yang berasal dari kedatangan surat
orangtuanya yang jauh-jauh dari desa yang mengatakan kalau ia tak perlu
bersekolah tinggi-tinggi cukup sebagai seorang ahli madya pupuk saja, karena
saat itu di desa si aku sedang mengalami kesulitan gagal panen dan terserang
wabah penyakit yang tak kunjung menemukan obatnya.
Berdasarkan data-data yang nada dapat saya katakana juga bahwa tokoh
“Aku” jug adapt gigolongkan pula ke dalam tokoh
bulat. Kenapa? Karena dilihat dari pengertian tokoh bulat itu sendiri
adalah tokoh yang diungkap sisi-sisi kehidupannya, pribadinya dan jati dirinya.
Dari semua data yang ada dapat dikatakan kalau bagaimana perubahan-perubahan
peristiwa itu mempengaruhi pribadi tokoh, dan jelas juga kalau disini
diungkapkan karakter tokoh Aku. Sebagai tambahan yang menyatakan kalau dulunya
Aku seorang yang keras kepala dan jail :
“aku
masih kecil dan Weh sudah tua ketika kami bertemu.” Dan “keras kepala! Mirip
sekali dengan ibumu!” (Andrea.H, 2007:3)
“Nakalku
kian menjadi, aku belingsatan menjari diriku sendiri. Tersesat dalam ide-ide
yang sinting.” (Andrea.H, 2007: 23)
“kedua, adalah kenakalan yang
kusembunyikan jauh dalam hati, sehingga Maurent sendiri tak tahu bahwa aku
selalu berusaha menyebut namanya berulang-ulang…”(Andrea.H, 2007:83)
Jadi jelaslah
sudah bahwa tokoh Aku dapat digolongkan ke dalam lebih dari satu criteria.
Yaitu tokoh utama, bulat dan berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Hirata,
Andrea.2007.Edensor.Yogyakarta:bentang
Nurgiyantoro,Burhan.1995.Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Sari, layla SS dan nur layla,SS. 2006. kamus istilah
sastra: Bandung:
nuansa Aulia Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar