Kamis, 17 November 2011

penelitian "antropologi linguistik" tentang makna mantra dan lagu


ANALISIS MAKNA MANTRA DAN LAGU PADA UPACARA SEBLANGAN DI DESA KEMIREN KECAMATAN GLAGA, BANYUWANGI
(KAJIAN LINGUISTIK ANTROPOLOGI)

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
            Mantra dan upacara atau lebih tepatnya dikatakan sebagai ritual memiliki hubungan yang sangat erat. Pada upacara-upacara seperti itu tentu terselip    mantra-mantra yang diucapkan oleh sesepuh disana untuk lebih mengkhikmadkan upacara. Dengan alasan mantra tersebut membuat mereka lebih mudah berhubungan dengan arwah nenek moyang. Mantra sendiri memiliki pengertian perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan daya gaib (misalnya dapat. menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya; susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama) yang dianggap mengandung kekeuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk mrnandingi kekuatan gaib yang lain; puisi yang diresapi oleh kepercayaan akan dunia gaib; irama bahasa sangat penting untuk menciptakan nuansa magis, mantra timbul dari kepercayaan animisme (Laelasari,2008:153).
            Memang dalam upacara yang ada di daerah banyuwangi ini memang terlihat sakral dan tidak semua orang bisa melakukannya. Ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi. Seperti misalnya, untuk bagian memasak hidangan untuk upacara ritual tersebut lebih baik laki-laki yang melakukan, tidak sembarang aturan dibuat ada alasan tersendiri bagi mereka, mereka percaya apabila yang memasak adalah seorang gadis yang sedang berhalangan maka makanan tersebut ketika dihanyutkan akan berwarna semerah darah, maka laki-lakilah yang melakukan itu.
            Lalu yang dimaksud dengan upacara ritual adalah kegiatan yang dilakukan sehubungan dengan peristiwa penting yang pernah terjadi yang erat kaitannya dengan mitologi atau legenda (Laelasari,2008:261). Tari Seblang bukanlah satu-satunya tari tradisional Indonesia yang diadakan sebagai ungkapan rasa syukur atas kesuburan tanaman yang mereka peroleh. Dalam budaya Jawa-Mataraman dikenal yang namanya upacara Bersih Desa (http://eksotisme tari seblangdi ujung timur pulau jawa). Seblang adalah upacara adat berupa tarian yang diiringi gamelan dan gending bahasa Osing. Uniknya, sang penari beraksi dalam keadaan tidak sadar dan dikendalikan roh halus. Nuansa animisme dan dinamisme masih kental dalam setiap upacara adat masyarakat Banyuwangi (Osing) (http://Ritual tari seblang di banyuwangi tak lekang oleh jaman I metrogaya). Upacara seblang ini berkaitan erat dengan mitologi Dewi Sri, Dewi kesuburan dan masyarakat setempat masih mempercayai itu. Meski sudah jarang dijumpai acara-acara seperti ini namun ritual ini masih saja ada.
            Dalam bahasan ini, tidak akan dibahas mengenai upacara tersebut melainkan mantra-mantra dan lagu yang dinyanyikan pada upacara tersebut. Mengingat ini adalah kajian Linguistik Antropologi yang memandang bahasa dalam lingkup budaya. Mantra-mantra yang mistik tersebut akan dikaji dengan mengguakan kacamata bahasa.
            Alasan pemilihan lokasi, Banyuwangi terpilih menjadi sumber data penelitian kali ini karena pada daerah tersebut masih dipercaya memiliki banyak ritual-ritual yang memiliki kekhasan. Selain itu, upacara Seblang ini jga makin pudar sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini upacara Seblang ini kembali diperhatikan. Indonesia memang memiliki kekayaan budaya yang sangat banyak. Sebenarnya banyak upacara-upacara yang ada pada daerah tersebut berdasarkan narasumber yang berhasil diwawancarai namun, penelitian ini hanya difokuskan pada upacara Seblang karena dianggap hampir musnah.
            Kajian ini akan difokuskan untuk memaknai mantra pada upacara Seblang berikut juga lagu yang mengiringinya. Berdasarkan data yang ada, ada 12 lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari, penari tersebut haruslah perempuan yang berusia di atas 50 tahun dan ia menyanyikan lagu-lagu tersebut secara bertahap. Dengan usia yang tua tersebut diyakini ia tidak memiliki halangan lagi dan tidak memiliki kendala dalam melakukan ritual tersebut.
1.2       Batasan masalah
            Untuk memberi rumusan masalah pada penelitian kali ini, tentunya harus diberi batasan masalah terlebih dahulu, karena dengan demikian foks masalah atau Rumusan masalah akan terlihat jelas. Bidang linguistik antropologi ini memang memiliki cakupan yan luas jika kita melihat dari berbagai sudut. Ada yang berpendapat bahwa ia termasuk dalam kajian Etnolinguistik, bersinggungan dengan Sosiologi, Folklor, dan lain-lain. Linguistik Antropologi itu sendiri memiliki cakupan dengan Etnografi di dalamnya, bukan Etnografi yang mencakup linguistik Antropologi.  Kali ini dengan diberi batasan seperti ini penelitian ini difokukan pada bahasa yang digunakan pada upacara Seblang di daerah banyuwangi, lebih tepatnya penggunaan mantra. Jadi bahasa yang dikaji memiliki hubungan yang erat dengan budaya, bukan budaya yang disorot.
1.3            Rumusan Masalah
1.3.1    Bagaimana makna mantra pada upacara Seblang di Desa Kemiren, Kecamatan Galaga, Banyuwangi?
1.3.2       Bagaimana makna lagu pada upacara Seblang di Desa Kemiren                   Kecamatan Galaga, Banyuwangi?
1.4            Tujuan Penelitian
1.4.1    Mendeskripsikan makna mantra pada upacara Seblang di Desa        Kemiren Kecamatan Galaga, Banyuwangi.
1.4.2    Mendeskripsikan makna lagu pada upacara Seblang di Desa             Kemiren Kecamatan Galaga, Banyuwangi.
1.5            Manfaat Penelitian
1.5.1         Secara Teoretis
Secara teoretis penelitian ini nantinya kan mampu memberikan deskripsi mengnai struktur makna dan lagu pada upacara Seblang yang ada di Desa Kemiren, Kecamatan Glaga, Banyuwangi.
1.5.2         Secara Praktis
·         Untuk masyarakat
Untuk masyarakat sekitar diharapkan dengan adanya penelitian dapat membantu menambah pengaetahuan mereka menggenai upacara ritusl yang mereka lakukan. Jadi, tidak sekadar pawing saja yang mengetahui dengan jelas maksud dari makna dan lagu tersebut. Namun, penduduk sekitar juga mengetahuinya.
·         Untuk peneliti
Sebagai peneliti penelitian ini tentu memberi manfaat pengetahuan yanglebih terhadap apa yang diteliti. Memberikan wawasan mengenai makna mantra dan lagu yang selama ini tidak diketahui.
·         Untuk peneliti berikutnya
Dapat dijadikan sebagai bahan referensi apabila peneliti berikutnya melakukan penelitian di bidang yang sama.
·         Untuk pengetahuan
Sebagai bahan penelitian, kajian ini tentu memiliki sumbangsih yang besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
·         Untuk masyarakat pada umumnya
Untuk masyarakat pada umumnya disini yang dimaksud adalah masyarakat diluar masyarakat Banyuwangi, dapat memperoleh informasi mengenai upacara tersebut. Dapat memberi wawasan dan pengetahuan mengenai makna mantra dan lagu pada upacara ritual di Banyuwangi.






BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1       Teori yang digunakan
            Konsep makna
            Makna adalah arti atau maksud suatu kata (Laelasari,2008:153). Suatu hal tentulah memiliki makna. Misalnya saja, seseorang yang sedang sibuk mencorat-coret buku pada halaman yang kosong dengan raut wajah yang kosong dapat dimaknai dengan orang tersebut sedang mengalami kebingungan. Makna tersebut tidak terbatas pada gerakan saja, bisa digunakan pula dalam teks. Misalnya  
“sulit kupercaya bahwa aku duduk dalam bus ini, mengalami kenyataan mimpi itu dan tak lebih dari 4 jam lagi kami akan sampai di Perancis.” (Andrea.H,2007:77)

            Pada kalimat di atas dapat dikatakan, bahwa ia merasa tidak percaya dengan apa yang ia alami., karena beberapa jam yang lalu ia masih berda di Indonesia, tetapi kali ini dalam hitungan jam ia sudah berada di luar negeri, berada di Prancis yang memiliki cuaca dan budaya yang berbeda. Demikian juga mantra memiliki tafsiran atau arti tersendiri. Dalam upacara tersebut bahasa yang digunakan adalah bahasa Using. Seperti pada penamaan Seblang sendiri ‘Seblang’ berasal dari bahasa Using kuno yang berarti hilangnya segala permasalahan dan kesusahan dan juga doa-doa yang dipanjaatkan juga merupakan bahas yang berasal dari bahasa Using.
            Kata sebagai satuan dari perbendaharaan kata sebuah bahasa mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi makna. Bentuk atau ekspresi adalah segi yang dapat dicerap dengan pancaindera, yaitu dengan mendengar atau melihat. Sebaliknya dari segi isi atau makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan aspek bentuk tadi (keraf,2009:25). Sebuah kata tak hanya untuk didengar semata tetapi juga memiliki makna yang terkandung, seperti kata ‘maling’ dalam schemata orang yang mendengar akan memiliki makna ‘ada seorang yang bertindak kriminal dengan mencuri sesuatu barang yang bukan miliknya’. 
            Relasi antara pembicara atau penulis dengan pendengar atau pembaca akan melahirkan nada suatu ujaran. Sedangkan tujuan yaitu efek yang ingin dicapai oleh pembicara atau penulis. Memahami semua hal itu dalam seluruh konteks adalah bagian dari seluruh usaha untuk memahami makna dalam komunikasi (Keraf,2009:25). Jadi, dalam setiap kata yang diucapkan memiliki makna yang ingin disampaikan.
            Pada umumnya makna kata pertama-tama dibedakan atas makna yang bersifat denotatif dan makna yang bermakna konotatif (keraf,2009:27). Secara umum makna kata pada awakl mulanya memiliki makna denotatif (makna kata sebenarnya) seperti kara rumah memang memilki makna kata rumah dan makna konotatif (makna yang bukan sebenarnya) misal bunga desa yang bukan memiliki makna bunga yang ada di desa, bunga yang berasal dari desa, melainkan gadis yang paling cantik yang ada di desa.
            Konsep Mantra
            Mantra memiliki pengertian bahwa perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan daya gaib (misalnya dapat. menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya:; susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama) yang dianggap mengandung kekeuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawing untuk mrnandingi kekuatan gaib yang lain; puisi yang diresapi oleh kepercayaan akan dunia gaib; irama bahasa sangat penting untuk menciptakan nuansa magis, mantra timbul dari kepercayaan animisme (Laelasari,2008:153). Upacara ini diawali selamatan massal yang dilakukan sesaat setelah matahari terbenam. Seluruh warga duduk di depan rumah masing-masing sambil mempersembahkan tumpeng yang terdiri atas beberapa jenis makanan khas. Di antaranya, pecel ayam, yaitu daging ayam yang dicampur urapan kelapa muda. Sehari sebelumnya, beberapa tokoh masyarakat melakukan ritual minta izin di makam buyut Witri. Dia diyakini sebagai leluhur masyarakat kelurahan Bakungan. Di tempat ini, warga meminta doa sambil mengambil air suci. Air ini nantinya digunakan penari seblang untuk penyucian dan disebarkan kepada seluruh warga kampung. Sebelum santap tumpeng, dukun membacakan doa-doa khusus menggunakan bahasa Using. Isinya meminta seluruh penguasa jagat memberikan kerahayuan kepada seluruh masyarakat.
            Konsep lagu
            Selain ada mantra-mantra, pada upacara tersebut juga dipersembahkan nyanyian yang juga dinyanyikan oleh para sinden yang mengiringi penari. Dengan dipandu seorang pawang, sang penari mulai melenggak-lenggok mengitari lingkaran arena dengan berputar pada satu poros tiang Payung Agung hingga 28 gending. Sesekali penari diistirahatkan. Dari lagu tersebut akan dimaknai apa arti tersebut karena penari memperlihatakan kegirangannya tatkala gending "Chondro Dewi" dinyanyikan dengan suka citanya, penari Seblang mencapai puncak orgasme tariannya. Karenanya, ia menjadi kelelahan dan kemudian terkulai pingsan. begitu lagu "Erang-erang" berkumandang, secara fantastic kekuatan lagu sendu itu seakan membangkitkan kembali sang penari dari pingsannya. Definisi lagu adalahla·gu [1] n 1 ragam suara yg berirama (dl bercakap, bernyanyi, membaca, dsb): bacaannya lancar, tetapi kurang baik -- nya; 2 nyanyian: -- perjuangan; 3 ragam nyanyi (musik, gamelan, dsb): -- keroncong asli; 4 tingkah laku; cara; lagak: -- nya spt orang asing saja;menyanyikan -- lama (kuno), pb mengutarakan pendapat yg telah usang atau sudah sering dikatakan orang;(KBBI Ofline v1.1)
            Konsep upacara
            Upacara ritual lebih tepat untuk menunjuk ke teori adalah kegiatan yang dilakukan sehubungan dengan peristiwa penting yang pernah terjadi yang erat kaitannya dengan mitologi atau legenda (Laelasari,2008:261). Upacara yang menjadi kajian dalam penelitian ini memang dapat digolongkan kepada upacara keagamaan, karena upacara ini memiliki nilai-nilai mistis. Tidak seperti upacara kenegaraan yang terkesan formal. Sekali lagi upacara ini hanya ada di Desa kecamatan Glaga, Banyuwangi. Sebuah daerah pesisir yang berdekatan dengan pulau Bali.
            Konsep Tari Seblang dan mantra
            Tari 'Seblang' berasal dari bahasa Using kuno yang berarti hilangnya segala permasalahan dan kesusahan. Upacara ini diawali selamatan massal yang dilakukan sesaat setelah matahari terbenam. tidak ada definisi yang khusus dari buku, semua itu berdasarkan kepercayaan warga setempat.




















BAB III
METODE PENELITIAN
3.1       Jenis dan Pendekatan Penelitian
            Jenis penelitian yang dipergunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif menurut Ratna (2009:46-48) adalah metode yang memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi, ciri-ciri terpenting metode kualitatif adalah: 1) memberikan perhatian utama pada makna dan pesan 2) lebih mengutamakan proses dibandingkan hasil 3) tidak ada jarak antara subjek dan objek peneliti 4) desain dan kerangka bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka 5) penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konetks sosial budayanya masing-masing. Dalam sebuah penelitian yang baik antara peneliti dan objek penelitian yang diteliti hendaknya memang tidak memiliki jarak, karena objek peneliti tidak akan mengeluarkan datanya secara kompleks. hendaknya seorang peneliti menyatu dengan apa yang diteliti sehingga data yang diperoleh akan terasa alami. seperti upacararitual yang ada di daerah Banyuwangi ini tidak setiap bulan ada hanya dilaksanakan pada bulan-bulan tertentu untuk mewujudkan rasa syukur mereka atas kesuburan dan limpahan rezeki. upacara seperti ini memiliki
            Menggunakan metodologi kualitatif, yaitu berusaha memahami fact yang ada di balik kenyataan, yang dapat dialamati atau diindera secara langsung. Dalam istilah metodologi kualitatif, fact yang terdapat di balik kenyataan langsung disebut verstehen. Sehubungan dengan metodologi tersebut, Denzin dan Lincoln mengemukakan bahwa Qualitatif research is a field of inquiry in it’s right. It crosscuts disciplines, fields, and subject matter (Denzin dan Lincoln dalam Maryaeni,2008:2). Metode penelitian kualitatif ini digunakan untuk memahami sebuah kenyataan yang memiliki fakta. Karena setiap kenyataan tidak selalu memberikan makna secara langsung. Misalkan pada mantra yang ada pada upacara Seblang yang ada di Desa Kemiren kecamatan Glagah, Banyuwangi ini memang memiliki makna yang tersirat, dan peneliti berkeinginan untuk mengungkapkannya.
3.2       Lokasi Penelitian
            Lokasi penelitian ini berada di Desa Kemiren,Kecamatan Glaga Banyuwangi. Banyuwangi merupakan sebuah kota yang berada di wilayah Jawa Timur dan berada di sebelah paling timur, lebih tepatnya berbatasan dengan pulau Bali.
Sebelah utara               : Situbondo
Sebelah timur              : selat Bali
Sebelah barat               : Jember
Sebelah selatan            : Daerah Gingajuruh
3.3       Data penelitian
            Berupa data transliterasi mantra yang menggunakan bahasa Using dihasilkan dari hasil rekaman dalam upacara Seblang di desa Kemiren Kecamatan Glagah, Banyuwangi.
3.4       Metode penelitian
            Metode penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini adalah teknik, rekam dan simak. Peneliti tidak mengubah data tersebut dan juga ia tidak ikut campur didalamnya, sehingga dapat dikatakan peneliti menggunakan teknik    non-partisipasi. Metode penelitian pada penelitian ini adalah sebuah metode dimana peneliti tidak terjun secara langsung. Jadi, peneliti hanya sebagai seseorang yang hanya mengamati kejadian yang berlansung. Sehingga data yang diperoleh m,emang benar alami atau natural. Dan metode yang digunakan adalah metode penelitian observasi nonpartisipator. Untuk lebih jelasnya, peneliti akan menjelaskannya.  Penelitian ini menggunakan metode deskriptif atau ‘Grounded teori’ yang dimaksud dengan metode deskriptif adalah sebuah metode yang mengantarkan kita sebagai peneliti untuk menganalisis data berdasarkan realitas faktual jadi, apapun berita yang ada akan ditampilkan apa adanya.
            3.4.1    Instrument pengumpulan data
                        Menggunakan data rekam yang berhasil direkam saat upacara Seblang berlangsung. Data rekam tersebut, kemudian di trandliterasi dan itu yang merupakan instrumen penelitian. Data yang dikumpulkan berupa mantra dan lagu yang ada pada upacara Seblang di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi.
            3.4.2    Teknik Pengumpulan data
                        Teknik pengumpulan data adalah bagaimana data tersebut tersaji. Data tersenut tersaji karena adanya proses rekaman dan pengamatan oleh peneliti sewaktu upacara Seblangan yang berada di Desa Kemiren Kecamatan Glagah, Banyuwangi berlangsung. Peneliti hanya duduk mengamati upacara tersebut berklangsung tanpa mengubah satu apapun.
            3.4.3    Prosedur pengumpulan data
·         Peneliti berada di wiilayah tersebut untuk berbaur dengan masyarakat sekitar.
·         Peneliti mengikuti upacara Seblangan yang diadakan di desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi.
·         Selain peneliti mengikuti acara tersebut, peneliti juga melaksanakan tugasnya sebagai peneliti dengan merekam mantra dan lagu tersebut dengan tanpa sepengetahuan warga setempat.
·         Peneliti selesai merekam semua data yang diperlukannya.
3.5       Metode Analisis data
            Metode Analisis berisikan bagaimana data yang sudah ada tersebut nantinya akan dianalisis oleh peneliti. Data yang sudah ada berupa data translit tersebut akan dokelompkkan terlebih dahulu dengan menggunakan tabel-tabel dan kode-kode. Lalu dianalisa dengan menggunakan teori semantik yang ada, karena pemaknaan tersebut teori apa saja bisa digunakan.
            3.5.1    Instrumen Analisis Data
·         Mentransliterasi data yang ada dari bahasa lisan ke bahasa tulis.
·         Mentransliterasi lagi bahasa using tersebut ke dalam bahasa Jawa
·         Mentransliterasi data tersebut ke dalam bahasa Indonesia
·         Membuat kolom-kolom terlebih dahulu
·         Membuat kode-kode yang berhubungan dengan data sehingga memudahkan menganalisa.

            3.5.2    Teknik Analisis Data
·         Teknik yang digunakan untuk menganalisis mantra dan lagu yang ada pada upacara Seblang di desa Kemiren Kecamatan Glagah, Banyuwangi dengan menggunakan kolomkolom yang telah diberi kode-kode dan menganalisi dengan teori makna Gorys keraf.
            3.5.3    Prosedur Analisis data
·         Prosedur analisis data dimulai dengan mentransliterasi data dari bahasa lisan ke bahasa tulis (masih berbahasa Using).
·         Mentransliterasi data tersebut ke dalam bahasa Jawa
·         Mentransliterasi data tersebut ke dalam bahasa Indonesia
·         Membuat kolom-kolom
TR1
AM
TR3
TR2
 





·         Membuat kode-kode yang berhubungan dengan data-data sehingga memudahkan penelitian.
Masing-masing kolom diberi kode sesuai data, seperti:
Kolom pertama diberi kode TR1 = tranliterasi pertama
Kolom kedua diberi kode TR2 = transliterasi kedua
Kolom ketiga diberi kode TR3 = transliterasi ketiga
Kolom keempat diberi kode AM = analisis makna.
Pada masing-masing kolom diperuntukkan untuk kedua data, data mantra dan data lagu. Data mantra berada di bagian atas sedangkan untuk data lagu berada di bawahnya.



DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. 1998. ATLAS INDONESIA,                          DUNIA, DAN BUDAYA. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan                                 Indonesia
Hirata, Andrea.2007.Edensor.Yogyakarta:bentang
Keraf, Gorys. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia
Maeryani.2008. Metode Penelitian Kebudayaan Jakarta: Bumi Aksara
Nurgiyantoro,Burhan.1995.Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika Kajian Puitika Bahasa, sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sari, layla SS dan nur layla,SS. 2006. kamus istilah sastra: Bandung: nuansa Aulia Bandung
RUJUKAN DARI INTERNET
;(KBBI Ofline v1.1)
 (http://Ritual tari seblang di banyuwangi tak lekang oleh jaman I metrogaya diakses pada 20 Desember 2010 pukul 3.25 am).
(http://eksotisme tari seblangdi ujung timur pulau jawa diakses pada 20 Desember 2010 pukul 3.35 am).







Tidak ada komentar:

Posting Komentar